Seperti kita tahu, semakin hari semakin ada saja anak-anak yang terpapar bibit intoleransi dan radikalisme. Keberadaan media sosial yang semestinya bisa menjadi media pemersatu umat, telah disalahgunakan sebagai media untuk menyebarkan bibit kebencian, bibit kebohongan, intoleransi dan radikalisme. Kenapa medsos menjadi pilihan? Karena medsos merupakan tempatnya anak-anak muda berkumpul dan menyampaikan ekspresinya.
Media sosial juga seringkali digunakan semua pihak, untuk sebagai media sosialisasi tentang apa saja, termasuk penyebaran paham radikalisme. Terbukti, dari pelaku tindak pidana terorisme dalam beberapa tahun terakhir, mengaku mengendal radikalisme dari media sosial.
Belakangan ini, anak-anak juga mulai banyak yang terlibat dalam aksi penyebaran pesan kebencian di media sosial. Bahkan tak jarang diantara mereka memutuskan tali pertemanan, hanya karena persoalan suka tidak suka. Ketika kebencian terus dipelihara dalam hati, akan rentan menjadi korban provokasi informasi bohong alias hoax.
Dan ironisnya, hoax tersebut sengaja dimunculkan untuk membuat kondisi lingkungan kita tidak kondusif. Mulai dari informasi bencana, politik, ideology, hingga persoalan gossip, dibuat hoax. Kondisi ini menjadi runyam, ketika tingkat literasi masyarakat masih rendah. Dan yang paling rawan adalah anak-anak.
Untuk mencegah agar tidak banyak anak yang terpapar bibit kebencian dan radikalisme, peranan ibu perlu menjadi perhatian. Seorang ibu harus terus memberikan perhatian dan kasih sayang ke anak-anaknya. Jangan sampai anak mencari perhatian di luar rumah, dan mencari jati diri dengan cara-cara yang salah.
Ingat, tumbuh kembangnya anak tergantung bagaimana keluarga memperlakukan anak tersebut. Jika keluarga memberikan segalanya, mendidiknya dengan karakter keindonesiaan serta mengenalkan nilai-nilai agama yang benar dari kecil, tentu akan tumbuh menjadi anak yang toleran dan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan.
Semua itu bisa dicegah, keluarga bisa memberikan pemahaman yang benar. Jika tidak maka anak akan semakin rentan. Ada ada seorang anak asal Indonesia, yang memilih bergabung dengan kelompok ISIS karena perintah orang tuanya. Ada juga anak yang menjadi pelaku penyebar hoax dan kebencian, karena tidak mendapatkan perhatian dan kasih sayang di rumah. Ada anak yang melakukan persekusi, karena tidak mendapatkan pemahaman yang benar di keluarga. Disinilah pentingnya peran seorang ibu, yang mempunyai kedekatan emosional dengan anak-anaknya.
Ibu harus membentengi anak-anaknya dengan pesan damai. Jangan tanamkan anak-anak kita dengan kebencian. Karena kebencian justru memperbesar amarah dalam diri.
Dan ketika amarah tak bisa dikenalikan, yang muncul adalah perilaku intoleran. Dan ketika intoleransi sudah masuk dalam pikiran, maka akan semakin mendekatkan diri pada perilaku teror. Dan orang yang sudah terpapar inilah, yang dicari oleh jaringan terorisme. Jangan sampai anak-anak dan keluarga kita terpapar. Dan seorang ibu yang baik, tentu tidak akan mau menjerumuskan anaknya seperti yang dilakukan oleh pelaku peledakan bom di Surabaya, yang memasangkan bom dalam tubuh anaknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H