Pada tahun 2018, Lembaga Survei Indonesia (LSI) melakukan survey soal kepedulian masyarakat terhadap Pancasila. Hasilnya ternyata dalam 13 tahun terakhir presentase masyarakat yang mendukung Pancasila terus menurun. Penurunan ini menurut analis LSI sebesar 10%.
Pada tahun 2005 misalnya LSI pernah mengukur dukungan masyarakat terhadap Pancasila adalah 85, 2 % tetapi jumlah itu menjadai 75,3% pada tahun 2018. Hasil itu nyaris sama dengan riset yang diadakan oleh CSIS pada tahun 2017 pada generasi millenial. Hasil riset CSIS menunjukkan bahwa sebanya 90,5 % generasi millenial tidak setuju jika Pancasila diganti dengan ideologi lain, tapi ternyata 9,5% setuju untuk menggantinya dengan ideologi lainnya.
Riset lain yang lebih menggawatirkan adalah riset Pancasila di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN). Riset itu menemukan sebanyak 19,4% ASN setuju jika Pancasila diganti dengan ideologi lainnya
Banyak pihak sadar bahwa tren penurunan dukungan soal dasar negara itu karena tidak adanya model pembinaan ideologi Pancasila sejak tahun 1988 (keruntuhan Orde Baru) sampai 2018 dimana pemerintah mulai serius melakukan upaya pembinaan kepada banyak kalangan.
Tidak adanya model pembinaan ideologi Pancasila itu diperparah dengan penetrasi informasi melalui teknologi dan pengaruh beberapa faham transnasional yang sebenarnya adalah faham partai politik beberapa negara yang berkedok agama. Hizbut Tahrir misalnya; yang didirikan sebagai harokah Islam yang bertujuan mengembalikan kaum muslimin untuk kembali taat kepada "hukum-hukum Allah" yakni "hukum Islam", diyakini untuk memperbaiki sistem perundangan dan hukum negara yang dinilai tidak "Islami"/"kufur" sehingga sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Hizbut Tahrir bermula di Yordania dan kemudian meluas di timur Tengah, benua lain seperti Australia dan kemudian ke Asia termasuk Asia Tenggara.
Sektor pendidikan adalah bidang yang juga parah soal dukungan soal Pancasila. Penangkapan mahasiswa FISIP Universitas Brawijaya oleh Densus 88 bukan fenomena pertama kali untuk keterlibatan mahasiswa dan generasi muda dalam narasi-narasi radikal dan terorisme. Banyak kejadian yang menunjukkan bahwa generasi muda kerap melakukan penyebaran narasi radikal dan penggalangan dana bagi kegiatan radikal.
Jadi kita memang harus bisa lebih serius untuk "merapihkan" soal ini. Pancasila yang tergerus di kalangan generasi muda dan generasi produktif bukanlah hal yang remeh temeh. Sehingga banyak pihak; mulai dari keluarga, sekolah (instrirusi pendidikan) , tempat kerja dan masyarakat umunya harus tetap menjaga nilai-nilai kebangsaan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H