Lihat ke Halaman Asli

Nastiti Cahyono

karyawan swasta

Introspeksi. Belajarlah Berempati, Tak Perlu Saling Benci

Diperbarui: 12 Januari 2020   01:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Masihkah kalian membuang sampah tidak pada tempatnya? Kenapa masih ada rumah-rumah di bantaran sungai? Bukankah tinggal di bantaran sungai bukan pada tempatnya? Kenapa sungai terus menyempit? Dan kenapa normalisasi atau naturalisasi selama ini tidak dilakukan? Pertanyaan-pertanyaan ini mari kita jadikan introspeksi bersama ketika banjir kembali melanda Jakarta. Kenapa pertanyaan ini penting? Karena kenyataannya, setiap terjadi bencana selalu saja ada pihak-pihak yang saling menyalahkan, saling memojokkan, bahkan tidak sedikit yang mencaci maki.

Terbukti, ketika banjir melanda ibu kota beberapa waktu lalu, ujaran kebencian, caci maki, saling memojokkan terus bermunculan hingga saat ini. Perdebatan antara normalisasi dan naturalisasi terus bermunculan. Bahkan ketika banjir melanda, antara pemerintah pusat dan daerah pun saling lempar pernyataan tentang penyebab banjir. Perbedaan pandangan di kalangan elit ini, terus meruncing di kalangan masyarakat. Dan meruncingnya perbedaan pandangan ini, tak bisa dilepaskan dari pihak-pihak yang sengaja menebarkan provokasi kebencian.

Padahal, kita tahu menebar kebencian ini tidak ada manfaatnya. Kebencian justru akan memunculkan kebencian-kebencian baru. Dan karena kebencian ini pula akan terus menyuburkan bibit intoleransi dan radikalisme. Kebencian ini pula bisa menutup empati dan toleransi. Sementara dalam kondisi recovery dari bencana, diperlukan empati untuk bisa membantu antar sesama. Dibutuhkan toleransi untuk tetap bisa saling menghargai antar sesama.

Saling menghargai tidak hanya diperlukan antar sesama manusia, rasa saling menghargai juga diperlukan kepada lingkungan di sekitar kita. Sudahkah kita memperlakukan lingkungan kita secara baik? Jika kita sendiri tidak bisa berperilaku yang seimbang, maka ekosistem lingkungan sekitar kita pun juga tidak seimbang. Akibatnya, ketika terjadi hujan yang tinggi, tidak ada resapan. Kondisi ini diperparah karena saliran air tidak jalan. Ironisnya, hal ini dianggap bukan persoalan. Ketika banjir datang baru semua orang saling mencari permasalahan.

Stop saling mencari kesalahan. Hentikan pula menebar kebencian karena faktor tertentu. Mari saling meringankan beban dengan tetap memberikan pertolongan antar sesama. Mari saling menguatkan dengan tetap menebar pesan damai. Tidak perlu menebar kebencian yang hanya bisa memicu terjadinya perselisihan. Saatnya belajar saling berempati antar sesama. Jika kita tidak bisa melakukan hal ini, maka negeri ini akan dipenuhi manusia yang acuh, merasa benar sendiri, dan tidak berpikiran terbuka. Jika hal itu terjadi, maka bersiaplah intoleransi dan radikalisme yang telah ada, akan berbuah pada aksi terorisme. Karena intoleransi dan radikalisme merupakan cikal bakal terjadnya terorisme. Karena itu, mari kita saling introspeksi. Berhentilah saling caci maki, saatnya mulai saling berempati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline