Lihat ke Halaman Asli

Nunik Soewarno

Ibu rumahtangga

Hamasa Singlelillah 2

Diperbarui: 23 Juni 2024   17:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Menjadi Single bukan pilihan. Menjadi single sering mendapat tuduhan. Dianggap terlalu pemilih, ketinggian maunya dan sebagainya. Bikin sesak dada kalau dipikirkan. Ehm, ehm...

Dulu saat kuliah saya bercita-cita menikah di usia 25th. Alhamdulillah sampai mendekati 30 masih anteng. Eh, berlanjut terus sampai masuk 39th. Masa kritis!
Pertanyaan dan tuduhan cukup dijawab dengan senyum sambil nantangin, mana kalau punya calon, kenalin sini. Biasanya sih berakhir cengiran.
Memang yang namanya jodoh, berjodoh, agak susah dipakai logika matematika. Saya merasa sudah membuka diri, menyerahkan diri ke teman-teman shalihah untuk dikenalkan dengan sang calon tapi tak kunjung hadir juga.
Sampai di satu titik saya merasakan kejenuhan sangat. Apa iya kehidupan saya akan begini saja. Kerja seharian, kalau weekend kerjaannya cuma window shopping membuat penat diri atau sesekali silaturahmi ke saudara. Dangkal banget!
Pengin ngaji tapi teman-teman yang diminta tolong mencarikan kelompok ngaji, hanya bertangan kosong. Sementara taklim di ahad pagi saja tidak cukup mengisi dahaga.
Akhirnya pasrah. Berserah atas ketentuanNya. Hanya ikut apa pun yang terbaik. Meniatkan diri untuk hijrah dalam arti sesungguhnya. Hijrah dari lingkungan yang tidak mendukung. Lingkungan yang membuat diri merasa baik-baik saja menjadi single. _Its ok to be single._ Dahaga ilmu pun harus mendapat pemenuhan.
Di saat kondisi pasrah ini datang seorang teman menanyakan kesediaan. Yang ditawarkan sebetulnya teman sekolah tapi kami tidak pernah beraktivitas bareng sekalipun. Bahkan bisa dibilang hanya kenal nama.
Alhamdulillah Allah mudahkan proses kami. Meski belum ngaji, kami berusaha sebisa mungkin menjalankan syariat meski dalam keterbatasan.  
Lucunya saat lamaran, calsu katanya dalam hati bilang, ini to ternyata orangnya. Hahaha. Tahu cerita ini setelah beberapa lama menikah. Terang saja saya langsung bertanya, salah orang ya?
Saya lupa tepatnya jawaban beliau. Yang jelas kami sama-sama tidak punya pengalaman romantis. Tapi paksu berusaha banget untuk jadi romantis sementara saya selalu malu.-malu atau malu-maluin?
Alhamdulillah, dengan keterbatasan ilmu, kami terus berusaha mengasah diri. Memperbaiki diri dan saling mendukung.
Kami bersyukur dipertemukan pada usia merayap ke empat puluh tahun. Bersyukur juga selama jadi teman sekolah tidak berinteraksi bersama. Karena ternyata kami sama2 keras, jadi ga kebayang kalau masih muda dulu jadian, bakal sering perang dan malah bisa bubaran.
Jadi semakin merasa rendah di hadapanNya Yang Maha Membuat skenario. Sebab kami meyakini sekali, husnudzan kami Dijawab dengan kebaikan berlimpah.
Sejatinya kami hanya berusaha dan berserah.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala befirman:


"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir."
(QS. Ar-Rum 30: Ayat 21)
"Ya Allah Saat aku kehilangan harapan dan rencana,tolong ingatkan aku,bahwa Cinta-Mu jauh lebih besar daripada kekecewaanku.
Dan rencana yang engkau siapkan untuk hidupku jauh lebih baik dari pada impianku."
(Ali Bin Abi Thalib)

Alhamdulillah alakulihal

13032010 - 13032023




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline