Lihat ke Halaman Asli

Main Lagi ke Kompasiana

Diperbarui: 29 September 2015   02:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Kalo ibarat rumah, ini pasti sudah debuan, karena sudah tidak pernah ditengok hampir lima tahun. atau tepat lima tahun?

Belakangan ini agak rajin menengok kompasiana.com karena salah satu artikel yang ditulis oleh mas analis yang jagoan itu dan masalah kasus foto Gayus Tambunan yang ketemuan dengan dua orang yang katanya selebriti kompasiana, enggak ngerti juga duduk perkaranya. Daan itu seru juga ternyata ceritanya, dari artikel yang dihapus, berbalas artikel, komentar yang read more nya terus-terusan. Puji, sindir, marah, semuanya ada. Kadang senyum bacanya, kadang gemas juga. 

Kenapa gemas, karena kita (termasuk saya) gampang terbawa suasana. Contoh kasus dolar yang meroket terus. Nah, salah satu dedengkot kompasiana pernah menulis di status facebooknya, katanya, kok ribut-ribut dolar naik, wong punya dolar juga enggak. Iya bener juga sih, kalo sekadar baca permukaannya. Tapi kalo diperdalam lagi, itu kan ngefek kemana-mana. Barang-barang elektronik naik harganya, misal, saya punya anggaran beli laptop buat kerja, sudah nabung sekian lama untuk beli laptop yang spesifikasinya lebih sesuai dengan pekerjaan, dengan asumsi, ketika nilai dolar di 12.500 rupiah, laptop incaran saya ada di harga 6 jutaan. Saya merencanakan membeli laptop untuk awal oktober 2015, dengan asumsi, honor saya 1/2 nya cair pada september 2015. Uang tabungan saya baru sekitar dua jutaan. 

Nah, ketika nilai dolar terus merambat naik, otomatis harga laptop incaran saya pun naik harganya. teruus dan teruus, sampai akhirnya, laptop itu nilainya ada di kisaran 10 juta. Saya kan bingung, darimana nombok 4 jutanya, uang tabungan saya kan kurang untuk beli laptop sesuai spesifikasi yang saya inginkan. Memang, argumen ini gampang dipatahkan dengan bilang, ya sudah, cari yang sesuai dengan bujet. Masalahnya, ketika mencari yang sesuai dengan bujet saya, laptop yang saya dapatkan dengan nilai 6 juta, tidak jauh beda spesifikasinya dengan laptop yang saya miliki sekarang, hanya lebih baru saja. Daan masih banyak alasan lain yang bisa digunakan untuk mematahkan perumpamaan yang saya ajukan ini.

Perumpamaan lain, bagaimana dengan yang misalnya sudah teken kontrak projek dengan nilai kurs di 13.000 untuk projek yang sudah disepakati pada awal Januari dan projek itu baru dilaksanakan pada November. Lumayan juga selisih kursnya, apalagi kalau nilai projeknya besar.

Ya, tidak usah jauh-jauh ke projek yang nilai dolarnya tinggi. Pengalaman pribadi dari selisih ongkos kirim ke luar negeri saja sudah lumayan. Ketika kita menguangkan dolar, nilainya turun, pas kita kirim barang, kursnya naik. Barang yang kita kirim, marginnya tidak banyak-banyak amat juga. 

Kalau ada yang bilang eksportir dapet untung banyak dari nilai dolar yang meningkat, kayaknya ya enggak gitu-gitu amat juga sih, mengingat, selisih kurs itu lumayan banget, belum biaya ini itu ketika kirim-mengirim uang dari luar ke indo, via paypal, shark juga itu, paypal feenya, belum lagi ada fee dari bank ketika menerima uang dari paypal. 

Sementara itu dulu, lah. Salam jumpa kembali, Kompasiana. Aktif lagi atau tidak, lihat nanti sajalah. Wong, banyak orang yang biasanya aktif jadi pada nonaktif.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline