"Beberapa orang mengubah partai mereka demi prinsip mereka; yang lain, mengubah prinsip mereka demi partai mereka."--(Winston Churchill)
Agaknya kata-kata Winston Churchill itu ada benarnya dan sedang melanda dunia perpolitikan di Indonesia saat ini.
Menjelang pemilihan umum 2024 tepatnya 14 Februari 2024 mendatang, partai-partai di Indonesia saat ini sedang gencar-gencarnya melakukan otak-atik koalisi.
Ada yang pindah koalisi ke partai lain seperti yang dilakukan oleh Golkar dan PAN yang kemudian menyebrang ke koalisi besutan Prabowo Subianto yaitu Koalisi kebangkitan Indonesia Raya.
Atau seperti yang dilakukan PPP dengan merapat ke koalisi PDI-P yang sebelumnya berada di koalisi Indonesia Bersatu bersama Partai Golkar dan PAN.
Bahkan per individu partai juga melakukan hal yang sama, seperti yang dilakukan oleh Budiman Sujatmiko yang kemudian merapat menjadi tim pemenangan Prabowo Subianto untuk menjadi presiden 2024.
Atas aksi tersebut akhirnya Budiman Sujatmiko diganjar pemecatan dan dianggap sebagai "penghianat" dan "kutu loncat" oleh PDI-P.
Otak-atik koalisi atau dukung-mendukung itu membuat tensi politik di Indonesia memanas dan mengeluarkan intrik-intrik yang saling sindir dan hujat baik sesama anggota koalisi atau di luar koalisi.
Terbaru adalah manuver partai Nasdem yang tanpa pemberitahuan dan terkesan tertutup, mewacanakan Muhaimin Iskandar atau Cak Imin sebagai Bacawapres Anies Baswedan pada pemilihan umum presiden dan wakil presiden tahun 2024 mendatang.
Respon Partai Demokrat Atas Wacana Cak Imin Bacawapres Anies
Atas sikap partai Nasdem yang membuat keputusan sepihak dengan wacana mengusung Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar atau Cak Imin sebagai Bacapres dan Bacawapres pada Pemilu 2024 mendatang membuat jajaran partai Demokrat meradang.