Air limbah nuklir Fukusima Daiichi yang setara dengan 540 kolam renang olimpiade atau 1,3 juta metrik ton akan dibuang secara bertahap ke Samudra Pasifik pada kamis (24/08/2023).
Pada tahap awal, otoritas Jepang akan melepaskan air limbah nuklir sebanyak 7.800 meter kubik atau setara dengan tiga kolam renang olimpiade selama 17 hari dan diperkirakan akan memakan waktu 30 tahun untuk melepasakan semua air limbah nuklir yang ada.
Langkah itu menyusul laporan pengawas nuklir PBB, International Atomic Energy Agency (IAEA) yang mendukung rencana otororitas Jepang untuk membuang Air limbah nuklir Fukusima Daiichi ke Samudra Pasifik.
Hal itu dikarenakan otoritas Jepang mengklaim bahwa kadar air limbah nuklir Fukusima yang akan dibuang ke Samudra Pasifik telah mengalami beberapa pemrosesan.
Pemrosesan itu dilakukan dengan menghilangkan isotop yang berbahaya karena dapat menimbulkan resiko bagi ekologi/ekosistem laut dan manusia.
Kendati begitu, otoritas Jepang mengakui bahwa tidak semua isotop negatif dapat dinetaralkan utamanya tritium yang sangat sulit dipisahkan dari air karena merupakan isotop hidrogen.
Bahkan, untuk mengurangi kadar tritium yang terdapat pada limbah nuklir Fukusima tersebut, Jepang melakukan beberapa pemrosesan lanjutan sehingga tritium tersebut dapat diencerkan dan kadarnya jauh dari ambang batas yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Hal itu juga dipertegas oleh kepala badan IAEA Rafael Grossi yang menyatakan bahwa "dampak radiologis yang dapat diabaikan oleh manusia dan lingkungan" pada proses pembuangan limbah nuklir Fukusima tersebut seperti yang dimuat bbc.com pada (26/08/2023).
Respon Negara-Negara Di Dunia
Kendati begitu, apa yang dilakukan otoritas Jepang dengan membuang limbah nuklir Fukusima ke Samudra Pasifik banyak mendapat kecaman dari dunia internasional.
Hal itu karena Jepang dianggap memaksakan kehendak sehingga dapat mengganggu pasokan bahan laut serta merusak ekosistem laut dunia.