Lihat ke Halaman Asli

A Prayitno

Pebisnis Muslim | Aktivis Ekonomi Islam

Kemerdekaan Sebagai Momentum Menciptakan Keadilan Melalui Pemilu

Diperbarui: 16 Agustus 2023   16:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tepat 78 tahun yang lalu bangsa kita baru mendapatkan buah dari semangat kolektif yaitu suatu hal yang takan pernah terbayarkan dengan apapun  yaitu "Kemerdekaan". ada yang bilang bahwa Indonesia merdeka dikarenakan kondisi Jepang sedang mengalami kerusakan yang parah setelah kalah di Perang Dunia II dan serangan ke 2 kota berturut-turut yaitu Hiroshima dan Nagasaki yang sering kita sebut Tragedi Bom Atom.

Apapun alasan dan peristiwa yang terjadi saat itu kemerdekaan Indonesia berbeda dengan kemerdekaan yang didapat oleh negara tetangga seperti Malaysia mereka mendapat suatu kemerdekaan dengan cara diberi oleh Inggris. Berbeda, Indonesia mendapatkan kemerdekaan dengan cara merebut kemerdekaan tersebut dengan berani melawan sampai mengangkat senjata (seadanya) terhadap penjajah.

Tidak mengenal tua dan muda semua berusaha dalam mewujudkan kemerdekaan tanah airnya. Seperti yang dilakukan oleh pemuda yang menculik Soekarno ke Rengasdenglok. Mereka (pemuda) melakukan hal itu untuk kembali meyakinkan Soekarno agar tidak terpengaruh kembali oleh Jepang agar segera bisa menyatakan kemerdekaannya. Pemuda pejuang itu seperti Sukarni, Wikana, Chaerul Shaleh dan lainnya. Pada akhirnya, Indonesia berhasil memproklamirkan kemerdekaanya tepat pada tanggal 17 Agustus 1945.

Di situlah terdengar dengan suara lantang.. MERDEKAAA.. MERDEKA..

Sampai saat ini kata Merdeka seperti halnya kalimat biasa tanpa makna yang mendalam. Dulu kata merdeka mempunyai nilai spirit perjuangan yang membuatnya sacral. Akan tetapi kalimat merdeka seperti halnya menjadi pelengkap dalam pidato pada upacara.

Setelah kemerdekaan itulah terpilih Soekarno dan Moh Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama setelah disetujui oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Setelah terpilihnya Presiden dan Wakil Presiden pada saat itu pemerintah awalnya menginginkan untuk bisa menyelenggarakan pemilu pada awal tahun 1946 seperti yang dicantumkan di maklumat X. Maklumat tersebut menyebutkan Pemilu untuk memilih anggota DPR dan MPR akan diselenggarakan bulan Januari tahun 1946. Walaupun pada akhirnya Pemilu pertama dilaksanakan pada tahun 1955 sekitar sepuluh tahun setelah kemerdekaan.

Pemilu 1995 dilaksanakan dua kali yang pertama pada tanggal 29 September 1955 memilih angota-anggota DPR dan yang kedua pada tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota-anggota Dewan Konstituante. Dalam kenyataannya diakui bahwa Pemilu 1955 merupakan pemilu yang mendapat banyak pujian termasuk dari luar negeri dikarenakan berhasil melaksanakan pemilu dengan aman, lancar, jujur dan adil serta demokratis. Pada saat itu Pemilu 1955 diikuti oleh 30-an lebih partai politik dan lebih dari seratus daftar kumpulan calon perorangan.

Walaupun pemilu 1955 merupakan pemilu yang paling ideal karena dapat terbangunnya trust diselurh peserta pemilu dan warga negara ternyata masih terdapat pergerakan-pergerakan pertentangan yang menimbulkan gesekan. Gesekan-gesekan tersebut merupakan hasil dari pertarungan ideologi yang dibawa masing-masing peserta. Gesekan tersebutpun terjadi diluar wilayah kpemiluan sebenarnya. Bukan hasil dari tindakan yang dapat mencederai nilai-nilai demokratis yang sudah terbangun.

Di tahun 1982 mulai muncul distrust terhadap kekuasaan pada saat itu. Rezim yang mengkooptasi dengan gaya kepemimpinannya membuat banyaknya pelanggaran dan manipulasi suara terhadap pemilu yang kebetulan saat itu sudah dibentuk Panwaslak Pemilu (Panitia Pengawas Pelaksanaan). Lambat laun pelanggaran demi pelanggaran mulai tersebar massif sampai saat ini pemilu selalu didentikan dengan hal yang negatif. Mulai hilngnya kepercayaan terhadap penelenggara pemilu, peserta pemilu yakni partai politik menjadi alasan utama masyarakat yang tidak suka dengan pemilu.

Gesekan-gesekan yang muncul pada pemilu saat itu menjadi suatu warisan buruk yang sampai hari ini tidak sdikit masih beredar. Gesekan yang lahir dari pemikiran-pemikiran pragmatis yang pada akhirnya memunculkan aktivitas yang tidak etis, seperti money politic, hate speech, hoax, manipulasi suara dan lainnya seakan-akan diciptakan secara sengaja agar mendaptakan hasil yang makssimal yaitu menjadi pemenang dalam pemilu.

Hal ini sudah jelas berbeda dengan cikal bakal pemilu bahkan pemilu yang dianggap paling ideal yaitu pada saat Pemilu 1955. Persaingan yang harusnya diisi oleh ideology, konsep tata kelola negara, seni mengentaskan kemiskinan seperti jauh dari esensi diadakannya pemilu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline