Lihat ke Halaman Asli

Bro NuKe 누기쌤

"Jadilah Pemimpin yang Melahirkan Pemimpin Mandiri" - Youth Leader

Kelas Mimpi Budaya Mandiri: Sudahkah Merdeka Remaja Negeri Indonesia?

Diperbarui: 17 Agustus 2016   00:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Dokumen Pribadi

Dalam sebuah kesempatan pada tanggal 14 Agustus 2016 yang lalu di tengah rintik hujan, sebuah komunitas kesejahteraan masyarakat bernama Yayasan Budaya Mandiri mengundang saya untuk berbagi cerita tentang pengembangan diri dan karir pada sejumlah remaja di daerah Klender, Jakarta Timur. Tentu saja undangan ini saya sambut dengan sukacita dan benar seperti dugaan ketika bertemu dengan mereka sungguh memberikan inspirasi tersendiri. 

Dalam kunjungan tersebut saya berbagi cerita tentang pelatihan dasar pengembangan diri dan karir yang dinamakan "Kelas Mimpi Kecil Budaya Mandiri." Melalui percakapan dan interaksi tersebut, saya mendapati ada beberapa hal menarik menyambut kemerdekaan Indonesia yang ke-71 ini.

MEREKA MASIH PUNYA MIMPI DAN CITA-CITA

Saya sangat terkesan ketika banyak anak muda saat ini sudah kehilangan mimpi-mimpi mereka, tidak demikian dengan remaja-remaja Budaya mandiri. Saya mengawali sesi ini dengan sebuah pertanyaan tentang, "Apa saja cita-cita kalian ke depan?" Ternyata masing-masing dari mereka berlomba untuk menjawab dengan antusias. Ada dari mereka yang mencita-citakan menjadi seorang dokter, pemain sepakbola, pilot, designer, bahkan teknisi AC. Bagi saya hal ini sudah sangat langka di mana banyak remaja saat ini sudah banyak kehilangan mimpi mereka di tengah kesibukan kota metropolitan dan persaingan global.

MEREKA BANYAK YANG PUTUS SEKOLAH

Sayang sekali dengan antusiasme mereka atas cita-cita yang begitu tinggi tidak diimbangi dengan kesempatan memperoleh pendidikan . Banyak sekali alasan mereka mengapa berhenti sekolah atau tidak melanjutkan pendidikan formal. Berdasarkan pengakuan banyak dari mereka tidak punya kesempatan bersekolah karena alasan klasik yakni tidak adanya biaya. Tapi bagi saya justru yang menarik adanya pengakuan dari beberapa remaja yang mengatakan karena kesalahan mereka sendiri yang dikeluarkan pihak sekolah. Alasannya sederhana mereka suka tidak masuk sekolah tanpa ijin atau bahkan ada yang mengaku ketahuan malakin temennya. 

BUKAN SALAH MEREKA MEMBENCI PENDIDIKAN

Dalam percakapan selanjutnya menjadi lebih menarik lagi karena potret pendidikan kita sebenarnya patut untuk terus dikaji dan dibenahi. Bagaimana tidak, walaupun wacana dan penerapan kurikulum berbasis karakter sudah digoalkan dan coba diterapkan oleh sejumlah pihak tetapi sejauh ini masih sekadar wacana dan konsep saja. 

Tidak heran jika mereka mengatakan tidak suka masuk sekolah karena membenci model atau cara guru yang bersangkutan mengajar. Tidak heran jika kemudian ada dari mereka yang malakin temannya karena tidak ada role model bagaimana berlaku santun dan menghargai yang lain. Tidak jarang bahkan orang dewasa baik guru dan orang tua termasuk orang dewasa lain di sekitarnya sadar atau tidak justru menjadi penghalang pembentukan karakter remaja itu sendiri ketika apa yang ideal dituturkan tidak sesuai penerapannya. 

ILMU TERAPAN MENJADI FOKUS MODEL PENDIDIKAN SAAT INI

Tujuan dari berbagi cerita yang saya sampaikan kepada mereka sebenarnya adalah memotivasi dan mendorong para remaja untuk kembali mencintai dan menyukai dunia pendidikan. Sekalipun setiap remaja punya mimpi yang tidak jarang dimotivasi karena keinginan mereka memperoleh uang yang banyak bukan berarti melupakan proses meraihnya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline