Sudah sering kita mendengar tentang hukuman yang diberikan seseorang kepada orang lain yang melakukan perilaku negatif dengan hukuman semena-mena. Baik itu dilakukan oleh orang tua kepada anaknya, guru kepada muridnya, maupun hukuman yang dilakukan masyarakat kepada orang lain yang melakukan kesalahan tanpa menggunakan prosedur yang jelas.
Seolah perilaku menghukum sudah melekat dalam diri, ketika melihat anak melakukan kesalahan, lantas kemudian menghukumnya. Padahal belum diketahui apa latar belakang seseorang melakukan perilaku negatif tersebut, apa yang sebenarnya terjadi, apa saja yang telah dilakukannya, bagaimana dampak dari perilakunya, dan sebagainya.
Kita terbiasa bertindak gegabah, mengambil keputusan tanpa berpikir panjang terhadap akibat yang akan ditimbulkan nantinya, baik itu kepada diri sendiri maupun orang lain. Pemberian hukuman yang asal-asalan bisa berujung ke dalam tindak kekerasan dan hal tersebut dapat melukai fisik serta mental anak karena tidak memiliki ukuran dan batasan jelas dalam pemberian hukumannya.
Hukuman hanya merupakan alat yang digunakan untuk mengurangi perilaku negatif yang dilakukan oleh anak.
Namun, hukuman bukan merupakan satu-satunya cara yang dapat dilakukan oleh orang tua maupun guru dalam mengurangi perilaku negatif. Masih banyak cara yang dapat dilakukan untuk mendidik anak, mengurangi perilaku negatifnya, bahkan menghilangkan perilaku negatif tersebut.
Meskipun begitu, pemberian hukuman kepada anak dalam dunia pendidikan diperbolehkan, bahkan dalam beberapa kasus hal tersebut sangat dianjurkan, tetapi harus memerhatikan prinsip-prinsipnya. Hukuman berorientasi terhadap perilaku negatif anak yang tampak, bukan pada yang tidak tampak. Oleh karena itu, pemberian hukuman dilakukan untuk mengurangi perilaku negatif yang memang terlihat, dapat direkam, diukur, dan evaluasi serta fokus pada perilaku yang ingin diubah.
Selanjutnya, hukuman dilakukan untuk memberikan rasa tidak nyaman bagi anak setelah melakukan perilaku negatif. Hal tersebut merupakan konsekuensi yang diterima oleh anak atas hal yang telah dilakukan, sehingga anak tidak akan mengulangi perilaku yang sama.
Hukuman hendaknya tidak menimbulkan kekerasan fisik dan psikis pada anak. Jika hal tersebut terjadi, maka akan berakibat juga ketika sang anak dewasa. Anak akan cenderung melakukan hal sama kepada orang lain yang melakukan perilaku negatif. Hukuman hendaknya dijadikan sebagai upaya pendidikan bagi anak untuk mempelajari dan memahami hal-hal yang telah dilakukannya serta dampaknya bagi diri sendiri maupun orang lain. Dengan begitu, anak akan secara sadar memahami perilakunya dan tidak akan mengulangi perilaku yang sama.
Cara yang salah dalam menghukum anak dapat menimbulkan risiko-risiko negatif, di antaranya reaksi emosi negatif yang muncul dalam diri anak. ia akan memiliki rasa benci bahkan dendam kepada si pemberi hukuman, karena anak merasa tidak dihargai, direndahkan, dan tidak dimanusiakan. Hal tersebut bukan menyelesaikan masalah, tetapi menambah masalah baru yang lebih besar.
Selanjutnya, si penghukum akan kecanduan untuk menghukum. Jika guru atau orang tua menggunakan hukuman sebagai cara mendidik anak untuk mengurangi perilaku negatif yang dilakukan, maka pada hal yang lain, ia juga akan melakukan cara yang sama.
Upaya pemberian hukuman harus menggunakan prosedur yang tepat agar tidak menimbulkan kekerasan fisik dan mengganggu psikologis anak. Berikut prosedur pemberian hukuman yang tepat.