Lihat ke Halaman Asli

Nuha Lubaba

mahasiswi UIN Gusdur Pekalongan

Masyarakat Moderat: Berbeda-beda Tetap Satu Jua Selaras dengan Prosel Sosial Penduduk Desa Linggoasri

Diperbarui: 9 Oktober 2023   14:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Manusia adalah makhluk sosial artinya, ia membutuhkan manusia lain dalam hidupnya. Tidak dapat dipungkiri, bahwa sebagai makhluk sosial manusia akan bergantung pada manusia lain. Sifat bergantung inilah yang menjadikan manusia hidup berkelompok dan bermasyarakat. Di indonesia sendiri masyarakat dibagi menjadi dua yaitu masyarakat desa dan kota. Masyarakat desa dipimpin oleh kepala desa, petinggi, kakon, dan sebagainya. Mereka saling terikat satu sama lain dimana dalam sistemnya berjalan sesuai dengan peraturan dan ketentuan tertentu yang telah disepakati oleh kades maupun warganya.

Penduduk desa identik dengan nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong. Begitu juga yang dilakukan oleh warga desa Linggoasri. Desa Linggoasri terletak di kecamatan kajen, kabupaten Pekalongan Provinsi Jawa tengah. Nama Linggoasri diambil dari sebuah batu lingga yang sekarang menjadi peninggalan sejarah di desa tersebut. Dahulu, sebelum ada pura di desa tersebut, penduduk desa lingo asri yang menganut agama hindu bersembahyang di lingga.

Desa Linggoasri dijuluki sebagai desa sadar kerukunan. Perbedaan agama yang ada di desa tersebut tidak menjadikan warganya saling berseteru. Mereka saling menghargai kepercayaan yang dianut oleh masing-masing penduduk, dibuktikan dengan minimnya kontroversi antar warga tentang agama atau kepercayaan yang mereka yakini. Beberapa keluarga dalam lingkup desa tersebut juga ada yang memiliki perbedaan keyakinan seperti bapak kepala desa yang beragama hindu memiliki ipar  yang beragama islam.

Terdapat empat agama dalam satu desa, Agama-agama tersebut antara lain adalah; Hindu, Islam, Kristen, Budha. Dari empat agama tersebut penduduk desa lebih dominan hindu dan islam. Meskipun demikian, mereka bisa bertoleransi dan menempatkan antara ibadah amaliyah dan aqidah. Warga desa yang beragama hindu tidak akan mengganggu warga  lain yang beragama islam saat beribadah, Begitu juga sebaliknya dan agama yang lain pun demikian.

Seperti yang disebutkan diatas bahwa penduduk desa Linggoasri sangat mencintai kerukunan. Mereka tidak mengusik orang lain [yang berbeda keyakinan] saat beribadah namun juga tidak lupa dengan kewajiban mereka sebagai manusia yaitu saling tolong menolong. Fenomena yang sangat indah ketika melihat penduduk desa Linggoasri tolong menolong saat upacara adat, hari nyepi, idul adha maupun tradisi-tradisi lain yang dilakukan secara bersama oleh seluruh penduduk desa Linggoasri.

Seperti yang kita tahu bahwa penganut agama hindu tidak mengkonsumsi sapi. Menurut peradaban Veda, sapi berhubungan dengan Aditi [ibu semua dewa] itulah mengapa umat hindu mengganggap sapi adalah binatang yang suci dan merupakan simbol kehidupan yang harus dilestarikan. Meskipun demikian, dalam rangka membangun kerukunan dan menumbuhkan jiwa moderasi, warga desa Linggoasri yang beragama Hindu, Kristen, maupun Budha ikut membantu dalam proses pemotongan hewan kurban saat hari raya Idul Adha datang. Hal tersebut dilakukan karena bentuk penghormatan kepada hari raya umat islam. Penduduk desa saling tolong menolong karena hakikatnya manusia merupakan makhluk sosial.

Ketika kita berbuat baik kepada orang lain, sejatinya kita sedang berbuat baik kepada diri kita sendiri. Itulah sebabnya Desa Linggoasri dijuluki sebagai Desa Sadar Kerukunan Karena penduduk desa tersebut begitu ikhlas membantu satu sama lain dan memberi tanpa pamrih. Faktor lain adalah tidak ada unsur pemaksaan maupun keterpaksaan menganut agama tertentu, mereka percaya bahwa semua agama mengajarkan kebajikan. Selain itu, penduduk desa Linggoasri juga masih dalam satu lingkup kekeluargaan dari nenek moyang mereka.

Di era gempuran saling menghujat dan menjatuhkan, bisakah kita seperti warga desa Linggoasri yang rukun dengan segala bentuk perbedaan didalamnya? Manusia memiliki ego, ketika kita terbelenggu dengan ego kita sendiri maka kita tidak akan peduli dengan lingkungan sekitar. Namun jika kita kesampingkan ego kita demi kepentingan bersama untuk kebaikan, maka hidup kita akan tentram dan sejahtera.

Hidup bukan hanya sekedar hidup, kita perlu mengkosongkan gelas saat bertemu dengan orang baru agar mendapat wawasan, pengalaman, dan ilmu yang lebih luas.  melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda itu perlu, agar dunia tidak dipenuhi dengan keangkuhan dan perdebatan yang berujung saling menyalahkan dan menjatuhkan. Setiap manusia harus sadar, setiap manusia harus menciptakan lingkungan yang rukun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline