Sepsis neonatal merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian bayi tidak hanya di negara berkembang namun juga di negara maju dan bertanggung jawab atas 30-50 persen kematian di negara (Nocker et al., 2022). Sepsis neonatal adalah penyebab paling umum kematian neonatal dan oleh karena itu, diagnosis dini dan pengobatan sangat penting. Tanda dan gejala klinis sangat halus dan bervariasi sehingga menyebabkan kesulitan dalam diagnosis (Nocker et al., 2010). Kesulitan dalam diagnosis sepsis neonatal disebabkan oleh presentasi klinis yang bervariasi, rendahnya sensitivitas kultur darah yang dianggap sebagai standar emas dan penggunaan antibiotik empiris mempengaruhi hasil akhir. Meskipun deteksi gen 16S rRNA bakteri berdasarkan reaksi berantai polimerase (PCR) telah dilaporkan sebelumnya, hal ini tidak memberikan identifikasi agen penyebab.
Dalam artikel ini, kami menggunakan mencoba menggunakan polimorfisme panjang fragmen restriksi (RFLP) dari gen 16S rRNA yang diamplifikasi untuk mengidentifikasi organisme yang terlibat dalam sepsis neonatal dan membandingkan temuannya dengan kultur darah. (Savelkoul et al., 2021). Profil bakteriologis dari agen penyebab bervariasi antara negara maju dan berkembang. Sumber infeksi dapat bersifat vertikal yang didapat dari ibu sebelum lahir atau ditularkan secara horizontal dari lingkungan nosokomial dengan agen yang paling umum adalah bakteri Gram negatif seperti coliform (Escherichia coli, Klebsiella spp ., Enterobacter spp.), Pseudomonas spp., Acinetobacter spp. dan bakteri Gram positif seperti Staphylococcus aureus (Nocker et al., 2021).
Metode Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) adalah metode analisis menggunakan enzim restriksi yang memotong urutan nukleotida khas pada lokasi tertentu sehingga dihasilkan fragmen yang panjangnya berbeda-beda (Theodore, 2000). PCR-RFLP adalah teknik molekuler yang menggabungkan PCR (Polymerase Chain Reaction) dengan RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism) untuk membedakan variasi dalam urutan DNA. PCR-RFLP memungkinkan identifikasi cepat dan akurat patogen bakteri dalam sampel klinis dengan menargetkan gen unik, membedakan strain patogen dari non-patogen. PCR-RFLP membantu melacak penyebaran infeksi bakteri dalam populasi dengan menganalisis profil genetik, mengidentifikasi strain umum, melacak transmisi, dan memantau wabah.
Deteksi bakteri penyebab penyakit neonatal (sepsis) menggunakan RFLP dan melibatkan bayi baru lahir berusia kurang dari 28 hari yang dicurigai menderita sepsis. Untuk mengidentifikasi sejumlah bakteri penyebab penyakit ini dapat menggunakan metode kultur darah otomatis BacT/Alert dan yang menjadi bahasan utama dalam artikel ini yaitu dengan metode PCR-RFLP.
Langkah pertama adalah menyiapkan referensi kultur bakteri dan sampel darah, seperti yang dirujuk pada (Gambar 1). Sampel darah ini dibagi untuk dua metode, dari 1-3 ml sampel darah yang diambil secara aseptik dari bayi yang dicurigai menderita sepsis, setengah dari sampel darah tersebut digunakan untuk kultur darah otomatis, yaitu pada botol BacT/Alert PF dan setengahnya lagi pada Trypticase Soy Broth (TSB) untuk memperkaya bakteri dalam proses Polymerase Chain Reaction (PCR).
Untuk sampel darah yang diinokulasi pada BacT/Alert, diinkubasi pada BacT/Alert 240 untuk mendeteksi adanya pertumbuhan suatu bakteri. BacT Alert 240 menggunakan sensor optik untuk mendeteksi perubahan warna akibat adanya pertumbuhan bakteri di dalam botol kultur darah. Namun BacT/Alert 240 ini tidak bisa langsung mengidentifikasi spesies bakteri, sehingga perlu melakukan langkah selanjutnya yaitu pewarnaan gram apabila pertumbuhan bakteri nya positif, seperti yang terlihat pada (Gambar 2) dan serangkaian tes biokimia menggunakan instrumen Mini API.
Selanjutnya, inokulasi sampel darah pada Trypticase Soy Broth (TSB) diinkubasi dalam shaker selama 5 jam, lalu ekstraksi DNA, dan untuk menentukan konsentrasi dan kemurnian DNA adalah dengan menggunakan Spektrofotometer NanoDrop ND-1000. Pengukuran konsentrasi pada OD260 dan untuk menentukan kemurnian pada rasio OD260 dan OD280. OD (Optical Density) merupakan ukuran absorbansi cahaya pada panjang gelombang tertentu menggunakan spektrofotometer.
Gen 16S rRNA bagaikan sidik jari DNA yang dimiliki oleh setiap bakteri, gen ini dapat memberikan kemudahan bagi kita dalam mengidentifikasi jenis bakteri dengan cara yang akurat. Proses identifikasi bakteri ini melewati beberapa tahapan seperti pada (GAambar 4) dimulai dengan amplifikasi gen 16S rRNA menggunakan teknik PCR hingga mendapatkan hasil yang dapat dilihat melalui elektroforesis gel agarosa. Lanjut enzim restriksi Hae III memotong produk DNA hasil PCR untuk menghasilkan pola unik bagi setiap jenis bakteri, selanjutnya pola ini dianalisis untuk memastikan jenis bakteri yang ada di dalam sampel. Enzim Hae III sendiri adalah enzim restriksi yang mengenali dan memotong DNA pada urutan palindromik tertentu dengan situs yang dikenali yaitu 5'-GGCC-3' dan pola pemotongan yaitu memotong antara G dan C, menghasilkan ujung tumpul tanpa overhangs (Gambar 5). Hasil PCR dibandingkan dengan hasil kultur darah menggunakan berbagai uji statistik untuk memastikan validitas dan keakuratannya.
Enzim restriksi menghasilkan pola RFLP yang menunjukkan variasi panjang fragmen DNA. Bisa kita lihat pada gambar dibawah ini.
Tangga DNA M-100 bp. (A) Jalur-1, Staphylococcus aureus (B) Jalur-1, Klebsiella pneumoniae (C) Jalur-1, Pseudomonas aeruginosa (C) Jalur-2, Enterococcus faecalis. Pola RFLP yang terlihat dari ketiga sampel DNA (Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, dan Enterococcus faecalis) menghasilkan fragmen DNA dengan panjang yang berbeda-beda. Sampel A memiliki satu situs pemotongan enzim restriksi, sehingga menghasilkan dua fragmen DNA dengan panjang 400 bp dan 300 bp, sampel B memiliki dua situs pemotongan enzim restriksi, sehingga menghasilkan tiga fragmen DNA dengan panjang 400 bp, 200 bp, dan 100 bp. Terakhir sampel C memiliki tiga situs pemotongan enzim restriksi, sehingga menghasilkan empat fragmen DNA dengan panjang 400 bp, 200 bp, 100 bp, dan 50 bp.