Muhammad TWH, Pendiri Museum Pers Perjuangan:
Jurnalis Harus Berakhlak Baik, Patuhi KEJ
Di tengah dinamika masyarakat dan gejolak di dalam republik saat ini, penting bagi setiap jurnalis untuk memiliki dan menerapkan akhlakul karimah (akhlak yang mulia) dan mematuhi kode etik jurnalistik (KEJ) dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistik.
Demikian pesan tokoh pers Muhammad Tok Wan Haria (TWH) sekaligus pendiri Museum Pers Perjuangan di Medan, Senin (6/2) terkait penyambutan perayaan Hari Pers Nasional (HPN) 2023 yang digelar di Kota Medan berpuncak pada 9 Februari mendatang.
"Harapan saya bagi generasi bangsa Indonesia, agar dalam melaksanakan tugas-tugas jurnalistik dan lainnya, supaya selalu berjalan pada kode etik, harus senantiasa berakhlakul karimah. Jangan asal menghantam sana, menghantam sini," ujarnya ketika ditemui di kediamannya di Jalan Sei Alas, Jalan Darussalam, Medan yang juga difungsikan sebagai museum pers tersebut.
Wartawan senior kelahiran 15 November 1932 ini, seiring berjalan waktu tentunya banyak mendapatkan pengalaman dari berbagai belahan dunia terkait kerja jurnalistik. Tak hanya mengisi media massa kala itu, ia juga pernah bekerja di bagian penerangan militer kala itu, hingga diangkat menjadi veteran pejuang Indonesia.
Jauh sebelum ia mendirikan museum, awalnya ia sering melakukan berbagai pameran pers. Pameran ini yang menjadi cikal bakal dan motivasi ia mendirikan museum pers. Pernah dalam suatu waktu ia mengisi pameran pers di acara TNI di Lapangan Benteng, Medan. Kala itu dihadiri Wakil Presiden RI Tri Sutrisno, yang turut mengunjungi pameran yang Muhammad TWB sajikan pada acara itu.
Hingga, pesan dari wakil presiden saat itu yang dijadikan sebagai motivasi awal mendirikan museum. "Wakil Presiden Tri Sutrisno saat itu memberikan pesan, 'pelihara baik-baik dokumen kemerdekaan'," katanya menurikan wakil presiden kala itu.
Wartawan itu kolektor dokumen
Tok Wan Haria yang pada 2022 lalu genap berusia 90 tahun itu, terus melanjutkan hobinya untuk mengumpulkan berbagai dokumen seiring dengan kerja jurnalisnya. Baik dalam bentuk foto, tulisan dan lainnya. Sehingga dalam suatu masa, koleksinya tersebut dinilai layak untuk dijadikan material atau isi dari museum.
Dulu, karena sering mengisi pameran pers, barang-barang atau meterial pameran sering dibawa pulang ke rumahnya. Pelan-pelan namun pasti, dengan memanfaatkan sumber daya yang ada akhirnya museum ini terbentuk. "Pelan-pelan jadi museum ini, tidak ada meminta pemerintah untuk bantuan dan kepada yang lain juga," tukas ayah lima anak dengan 11 cucu ini.