PERLINDUNGAN anak. Itulah persoalan yang beberapa waktu lalu hangat dibicarakan di Indonesia. Anak sebagai generasi penerus bangsa sudah selayaknya dijaga dan dilindungi serta mendapatkan hak mereka sebagai anak.
Tentulah persoalan itu tidak hanya menjadi tanggung jawab orangtua, tapi juga merupakan tugas bagi negara untuk menciptakan generasi yang baik dengan penataan dan perkembangan anak yang pas.
Untuk itu, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dibuat dengan tujuan untuk memelihara, menjaga dan melindungi anak dan hak-haknya terjamin. Hak yang dimaksud ialah hak untuk hidup, kesehatan yang layak, pendidikan yang cakap, bahkan hak untuk istirahat, bermain, rekreasi, berkreasi dan berinteraksi dengan teman sebaya.
Namun, walau UU perlindungan anak sudah jelas, dalam pelaksanaannya masih banyak terdapat kekeliruan yang terjadi dalam perlindungan anak. Seperti di Kota Medan misalnya, tepatnya di Jalan Williem Iskandar sekitarnya, banyak anak yang tidak mendapatkan apa yang dimaksud di dalam UU tersebut.
Di kawasan yang banyak tempat berkumpulnya masyarakat seperti warung sekarang semakin ramai dengan anak-anak dengan berbagai macam alasan untuk mencari uang. Dengan mengamen, berjualan bahkan mengemis. Miris melihat mereka harus mengerjakan hal itu di usia yang masih sangat muda.
Menurut pantauan, banyak anak-anak dengan tampilan kumal dari meja ke meja, dengan alat musik buatan dari sepotong pipa, plastik dan sedotan minuman mulai bernyanyi yang tak jelas. Hanya beberapa potong kalimat dalam lagu yang mereka nyanyikan langsung mengatakan "permisi bang" sambil berharap diberi uang.
N seorang bocah kelas 5 SD yang pada malam hari mulai menjajakan kebolehannya yang tak seberapa kepada pengunjung warung di sekitar Jalan Williem Iskandar. Ia sedikit bercerita tentang profesinya itu, "orangtua yang menyuruh saya melakukan ini, uangnya saya tidak tahu jumlahnya yang saya dapatkan tiap malam, tapi uangnya saya serahkan kepada orangtua saya" ujarnya.
Setelah itu, ia beranjak dari meja satu ke meja lainnya, ada yang memberi uang dan ada yang langsung mengangkat tangan sembari membilang maaf kepadanya. Atau mungkin para pengunjung sudah bosan dengan keseringan para anak-anak ini menyusuri meja-meja mereka.
Ketika ia berjalan berjalan di ujung jalan, terlihat seorang dewasa yang mengawasi pergerakannya. Ia bertingkah seolah-olah sebagai 'manajer' anak-anak ini. Kadang terdengar kata-kata keras darinya kepada anak-anak yang seperti sudah ditugaskan secara langsung untuk melakukan pekerjaan itu.
Fenomena ini, tentulah bertentangan dengan peraturan tentang perlindungan anak, bahwa anak tidak seharusnya diperlakukan seperti itu. Anak harus mendapat haknya bukan dieksploitasi seperti itu. Demi kepentingan orangtua, seharusnya anak tidak dijadikan seperti mesin percari uang. Seharusnya orangtualah yang memenuhi kebutuhan mereka, para anak-anak bangsa.
Dan O'Donell seorang pakar perlindungan anak mengatakan istilah perlindungan anak berarti perlindungan dari kekerasan, pelecehan dan eksploitasi. Artinya perlindungan anak ditujukan bagi penghormatan, perlindungan, dan pemajuan hak setiap anak untuk tidak menjadi korban dari situasi yang merugikan (membahayakan) dirinya.