Lihat ke Halaman Asli

Government Public Relations, Pentingkah?

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1415426987770995965

Jika ditanya seberapa pentinggoverment public relations? Mungkin akan banyak kepala daerah yang mengatakangovernment public relationssangat penting untuk pencitraan suatu lembaga pemerintahan. Hanya saja, belum tentu semua kepala daerah memosisikangovernment public relationssebagai institusi yang benar-benar penting, baik di publik internal maupun publik eksternalnya.

Government public relations atau humas pemerintahan merupakan salah satu institusi yang berada di dalam suatu ranah birokrasi. Di dalam Keputusan Menteri Komunikasi Dan Informatika Nomor: 371/KEP/M.KOMINFO/8/2007 tentang Kode Etik Humas Pemerintahan Pasal 6, disebutkan humas pemerintahan adalah segenap tindakan yang dilakukan oleh suatu instansi/perusahaan dalam usaha membina hubungan yang harmonis dengan khalayak internal dan eksternal dan membina martabat instansi/pemerintahan dalam pandangan khalayak internal dan eksternal guna memperoleh pengertian, kepercayaan, kerja sama, dan dukungan dari khalayak internal dan eksternal dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi.

Dari definisi di atas tergambar bahwa humas pemerintahan memiliki peran yang sangat strategis dan “berat”, bukan hanya sekadar melakukan pencitraan lembaga, tetapi juga membawa lembaga pemerintahan ke posisi yang bermartabat terhadap publik internal dan eksternal. Karena itu, secara tersurat maupun tersirat, humas pemerintahan harus benar-benar menjadi corong yang ideal dan profesional, yang didukung penuh oleh kepala daerah, publik internal dan publik eksternalnya agar fungsinya maksimal.

Namun kenyataannya tidak semua humas pemerintahan di Indonesia memaksimalkan fungsinya. Asumsi penulis adalah kurangnya kesadaran kepala daerah akan arti penting humas pemerintah, adanya kekurangan berbagai sumber daya, seperti sumber dana, sumber daya manusia, fasilitas, dan mungkin masih banyak faktor lain yang mengakibatkan kurang maksimalnya peran humas pemerintah di Indonesia.

Padahal menurut Kemkominfo (2013:58) dalam bukunya berjudul Jejak Humas Pemerintah, ada tiga fungsi yang dilaksanakan praktisi humas pemerintah, yaitu fungsi koordinasi, manajemen, dan pencitraan.

Fungsi koordinasi adalah mengelola informasi dari berbagai sumber, jenis, dan karakternya menjadi informasi yang mudah diakses, mudah dijangkau, dan mudah dipahami. Sedangkan fungsi manajemen adalah manajemen mekanik terkait dengan pelaksanaan bagaimana humas mampu melakukan forecasting atau peramalan di masa mendatang, perencanaan dan pengorganisasian. Kemudian manajemen dinamik berkaitan dengan commanding dan directing, coordinating serta controlling.

Fungsi pencitraan adalah mendengarkan pendapat dan aspirasi publik serta mampu mengidentifikasi keinginan publik; menyampaikan sumbang saran dan ide atau gagasan kreatif yang positif kepada pimpinan organisasi; menciptakan suasana yang kondusif guna membangun hubungan harmonis secara internal maupun eksternal.

Lalu, bagaimana cara menjalankan fungsi tersebut? Menurut penulis kunci utamanya terletak pada sumber daya manusia. Frank Jefkins, pakar public relations menyebutkan humas profesional harus memiliki 6 (enam) langkah dalam melakukan perencanaan program kinerjanya, yakni (a) pengenalan situasi, (b) penetapan tujuan, (c) definisi khalayak, (d) pemilihan media dan teknik-teknik humas, (e) perencanaan anggaran, dan (f) pengukuran hasil.

Untuk melakukan enam langkah tersebut diperlukan sumber daya manusia yang mumpuni, tidak hanya pada posisi manajer tetapi juga pada level bawahan. Mengapa? Karena kerjagovernment public relations bukanlah kerja individual melainkan kerja yang membutuhkan skillyang baik, memusatkan pola komunikasi dan koordinasi yang baik dan tepat di antara sumber daya manusianya.

Hal inilah yang mendukung sukses atau tidaknya hal yang direncanakan. Tanpa adanya hal tersebut, menurut Frank Jefkins, humas akan terpaksa beroperasi instinktif, sehingga mudah kehilangan arah. Ia akan tergoda mengerjakan hal-hal baru, sementara hal-hal yang lama belum terselesaikan, akhirnya ia akan sulit memastikan sejauh mana kemajuan yang telah dicapai, dan apa saja hasil-hasil konkret yang telah dihasilkan. Mereka semata-mata beroperasi, melakukan ini dan itu, akan tetapi tanpa disertai suatu tujuan atau arah yang jelas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline