Lihat ke Halaman Asli

Nugroho Endepe

Edukasi literasi tanpa henti. Semoga Allah meridhoi. Bacalah. Tulislah.

Dapatkah Kita Ubah Kepribadian Lebih Sukses?

Diperbarui: 18 Februari 2021   20:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

10 kunci dasar pembelajaran (Foto: digitalpromise.org) 

Sebelum ini sudah dibahas sedikit masalah grit. Grit adalah daya juang, daya tahan, keteguhan, resiliensi, untuk tetap fokus berusaha sekuat tenaga dan bertahan lama sukses meraih cita. Angela Duckworth (2013, 2016, 2017) mengatakan ada dua dimensi grit, yakni passion, dan perseverance. Kegigihan dan ketahanan mencapai sukses. Ada anak yang IQ tinggi, tapi Grit rendah. Hal begini bisa  risiko pinter ning ora sukses. Ada anak atau manusia IQ tinggi, dan Grit tinggi. Kalau ini anaknya cerdas, dan pejuang tangguh, jaminan sukses. Meskipun nanti ada teori lain EQ, EQ nya rendah, bisa knflik dengan lingkungan meskipun sukses. Ada juga yang IQ rendah, grit rendah. Yang ini mumet bin ruwet bin yo wes mau diapakan lagi.

Nah, pertanyaannya, apakah orang yang punya grit rendah, dapat ditingkatkan gritnya menjadi tinggi, sehingga berpeluang menjadi lebih sukses?

Pertanyaan ini sangat fundamental, karena grit ada yang mengatakan itu melekat dan menjadi bagian dari traits, atau ciri sifat pribadi seseorang. Artinya ya tidak bisa diubah. Walhasil, jika demikian, maka ya agak berat kalau kita punya karyawan gritnya rendah. Disertasi saya yang meneliti tentang Grit (2020), memang dapat dijadikan sebagai salah satu variabel penentu kinerja karyawan. Dan tetap masih timbul pertanyaan, apakah grit bisa dinaikkan?

Saya mencoba mencari tahu di forum research gate yang mempertemukan beberapa peneliti di penjuru dunia. Beberapa jawaban saya rangkum sebagai berikut. 

(1) Here is a very important meta-analysis comparing grit to the personality trait of conscientiousness. It also examines grit interventions. It basically says grit is pretty similar to conscientiousness and that that training interventions don't do much.

Cred, M., Tynan, M. C., & Harms, P. D. (2017). Much ado about grit: A meta-analytic synthesis of the grit literature. Journal of Personality and Social Psychology, 113(3), 492--511. https://doi.org/10.1037/pspp0000102

Dapat dikatakan bahwa pelatihan tidak akan efektif meningkatkan grit, karena grit adalah mirip dengan aspek kesadaran dalam kepribadian. Kesadaran dalam arti ciri sifat kepribadian yang tidak bisa diubah. 

(2) The localization of grit in the conscientiousness domain enables us to assume a degree of change similar to the degree of change found for conscientiousness. Based on this assumption we may consider the neosocioanalytic model of personality trait development (Roberts, B., W., Wood, & Caspi, 2008) for an approach to the development of grit throughout life. The model offers a theoretical explanation of the change of personality traits from adolescence to adulthood by identifying several mechanisms that may contribute to changes in personality traits such as the experiences that are connected to age-graded social roles (Lodi-Smith & Roberts, 2007). The theoretical approach that aims to explain how transitional experiences and situational demands may shape personality, commonly assume that the changes in personality are preceded by behavioral changes. Following this approach, environmental demands can create a reward structure that promotes self-regulated and consistent changes in behavior that in turn may cause changes in traits (Bleidorn, 2012). These considerations are of high relevance in regard to the presumed malleability of grit. These assumptions render an explanation of these changes possible. Even though promising approaches were identified, such as interventions to foster grit through deliberate practice (Eskreis-Winkler, 2015) or a growth mindset (Abboud, 2017), the results still require caution. Whereas short-term effects on achievement could be shown, the actual development of grit as a personality trait cannot be established from the short intervention periods. Future approaches are in need of longitudinal studies with postintervention assessment such as the study carried out on Mazedonia (World Bank). One can be eager, what the results are!

Dalam bahasa yang ringkas dikatakan bahwa intervensi jangka pendek seperti pelatihan, diduga tidak akan efektif, dan memang ini masih perlu penelitian jangka panjang yang sifatnya longitudinal (dimonitor dari tahun ke tahun).

(3) Sebenarnya bisa diubah. Ini ditinjau dari teori big five yang mengatakan Kepribadian mendefinisikan kita dan bagaimana kita berinteraksi dengan dunia. Meskipun ada teori yang berbeda tentang apa sebenarnya kepribadian dan bagaimana ciri-ciri kepribadian dasar kita pertama kali terbentuk, konsensus umum adalah bahwa kepribadian dibentuk oleh pengalaman hidup awal dan cenderung tetap stabil dari waktu ke waktu. Menurut model kepribadian yang paling banyak diterima, ada lima dimensi kepribadian dasar yang dapat mendefinisikan kita sebagai individu. Masing-masing dari "The Big 5 " ciri --- keterbukaan, kesadaran, ekstraversi, keramahan, dan neurotisme --- memiliki sekumpulan sifat terkait yang membentuk emosi dan perilaku kita dalam berbagai situasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline