Apa yang kurindukan di Imlek 2021 Masehi atau tahun China 2572 ini. Pertanyaan yang membuat haru. Haru karena darah Tionghoa itu hanya "diakui" jika keseharian kita punya komunitas warga keturunan. Kalau sudah telanjur "tidak punya toko", dan sudah berbaur dengan kejawen, muslim pesantren lagi, maka kita akan dilabel "uduk chino kuwi..".
Tionghoa selalu diidentikkan dengan kepemilikan toko, atau status bukan orang pemerintahan. Dan sebagian masih dipenuhi prasangka, yang bisa jadi ada sejarah panjang mewarnai perjalanan sejarah manusia Nusantara. Jadi kalau ada yang menduga bahwa sebagian pendengung adalah pro Tionghoa, maka menjadi unik dan ajaib karena "korban", salah satunya justru Pak Kwik Kian Gie yang notabene dari namanya saja sangat diketahui latar belakang budayanya.
Kalau kejadian yang menimpa Ustadz Felix Siau, wah bisa beda lagi. Sedangkan imlek sendiri adalah tahun baru dalam kalender China, yang mestinya tidak dikaitkan dengan afiliasi religius atau pun politik.
Kalau saya, ya akhirnya mengaku-ngaku saja. Saya hanya ingin mengisahkan beberapa hal yang ternyata Imlek 2021 ini bisa jadi akan sama dengan situasi Lebaran 2021 mendatang. Sama-sama masih dalam suasana pandemi. Protokol kesehatan. Dan selalu jaga jarak, jauhi kerumunan, pakai masker, disiplin cuci tangan. Susah juga kan..sebab merayakan tahun baru bagi etnis Tionghoa, adalah kesempatan untuk bersuka ria berkumpul dengan keluarga besar.
Nyambangi sedulur kabeh adalah kegiatan yang kurindukan jika imlek tiba. Memang ini hanya ngaku-ngaku lho ya, sebab saya adalah kelompok yang sudah dilabel "uduk chino kuwi..".
Beberapa tahun yang lalu, saya membelanjakan waktu untuk mengunjungi Singkawan, Pontianak untuk silaturahim dengan banyak sedulur di sana. Kalau kita bertemu dengan komunitas tiong hoa di Surabaya, Semarang, Jakarta, dapat dipastikan secara ekonomi bukan orang yang tidak beruntung. ARtinya "sugeh dan ngetop", gitu dah singkat ceritanya. Namun kalau kita ke Singkawang, waduh... kita ketemu dengan sedulur yang masih hidup seperti jaman jawa masih belum ada Pak Harto. Masih berat di ekonomi. Sebagian masih bekerja sebagai pekebun, yang hasilnya tidak seberapa.
Beberapa remaja dikawinkan muda, dan akhirnya ketika punya anak, anak dititipkan ke keluarga besarnya di kampung Singkawang. Ya pasti ini tidak semua, yang sukses besar di Singkawang juga banyak. Ini saya cerita yang saya temui dan saya silaturahim bersama keluarga ketika itu.
Maka, imlek 2021 sudah saatnya berbagi bagi semua sedulur, Khususnya yang kurang beruntung. Dalam konteks muslim, sedekah atau zakat yang kita bagi bagi kaum papa. Di balik gebyar imlek, terkadang kita lupa ada yang merayakan di tengah kemiskinan yang sulit diangkat. Kecuali dibantu saudaranya.