Umat kristiani seluruh dunia mulai memasuki pekan suci. Pekan suci tersebut dimulai dengan Minggu Palma, dilanjutkan Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu Suci, dan puncaknya pada Minggu Paskah.
Yang menarik untuk disimak adalah alasan mengapa Yesus dihukum mati dengan disalib. Secara terologis memang tindakan itu diterima oleh Yesus karena perintah Allah Bapa untuk menebus dosa-dosa manusia.
Tetapi sebenarnya sangat menarik bahwa penyaliban Yesus ada latar belakang menggunakan agama untuk kepentingan politik dan kekuasaan. Dalam kisah injil dengan jelas sebenarnya dalam pengadilan agama maupun pengadilan sipil para pemuka agama Yahudi sebagai wakil hakim agama dan Pilatus sebagai wakil pengadilan sipil tak menemukan kesalahan apappun dalam diri Yesus.
Tetapi Yesus tetap diputuskan dihukum mati karena Pilatus tak mau kedudukan politisnya tergeser. Begitu juga para ahli taurat dan kaum Farisi juga tak mau ajaran dan kedudukan terhormat mereka terancam karena ajaran-ajaran Yesus. esus tetap dituduh menista agama karena misalnya menganggap diriNya sebagai putera Allah.
Jadi dapat disimpulkan agama dijadikan alat untuk mempertahankan kekuasaan politis dan juga posisi terhormat para pemuka agama Yahudi waktu itu.
Mungkin sampai saat ini di banyak negara dan kesempatan agama sering dipakai untuk alat politik.
Untuk itu dalam memperingati Paskah 2022 ini kita semua diingatkan untuk kembali kepada kedudukan agama yang benar yang menuntun para pemeluknya untuk meniti jalan kebenaran dalam hidupnya. Agama jangan dijadikan alat kendaraan politik.
Untuk itu perlu kita ingat Deklarasi Abu Dhabi yang ditandatangani dan diserukan oleh Paus Fransiskus dan Imam besar Al Azhar Ahmad Al-Tayyeb yang antara lain berbunyi: "Menyerukan kepada semua pihak untuk berhenti menggunakan agama untuk menghasut orang kepada kebencian, kekerasan, ekstremisme dan fanatisme buta dan untuk menahan diri dari menggunakan nama Allah untuk membenarkan tindakan pembunuhan, pengasingan, terorisme, dan penindasan.".
Semoga harapan yang tertera di Deklarasi Abu Dhabi itu bisa terlaksana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H