Tiap malam sang gadis berduka dan bercakap sendiri. Bercakap seolah dengan kekasihnya yang telah pergi abadi.
Sang gadis selalu berhalusinasi seolah kekasihnya itu masih ada untuk mendengar sang gadis mengeluarkan isi hati. Dengan seperti itu sang gadis lega hati tetapi itu merusak diri. Ia kini bagai tulang yang berbalut kulit ari. Ia cenderung mengisolasi diri dan tak pernah bersosialisasi.
Sementara itu, jiwa sang lelaki kekasihnya juga tak bisa beristirahat dalam damai. Perjalanan jiwanya tak bisa abadi. Maka atma sang lelaki mencari jalan bagaimana ia akan menyampaikan pesan agar tercapai kebaikan bagi berdua sebagai solusi.
Lalu sang lelaki menyampaikan pesannya lewat mimpi. Dalam mimpinya sang gadis bertemu sang lelaki. Sang lelaki berkata bahwa mereka tak sama lagi. Tak bisa bersatu dalam satu dimensi. Sang lelaki mengatakan bahwa perilaku sang gadis justru menyiksanya karena ia tak bisa abadi. Lebih baik sang gadis- kata sang lelaki lagi- melepasnya pergi. Sang lelaki mengatakan ia akan meminta kepada Tuhan supaya ada lelaki yang lebih baik sebagai pengganti.
kemudian sang gadis tersadar dari mimpi. Ia tersadar bahwa sudah saatnya merelakan kekasihnya yang telah pergi abadi. Ia memegang janji pesan sang lelaki dalam mimpi bahwa akan ada seorang lelaki pengganti yang lebih baik yang akan mendampingi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H