Kepada setiap yang datang kepadanya, sang lelaki selalu mengatakan tentang pentingnya harapan bagi jiwa dan raga. Jika seseorang sudah kehilangan harapan maka sebenarnya itu adalah akhir hidupnya.
Ia mengatakan siklus hidup dan siklus alam melandasi yang dikatakannya. Lihatlah tak ada mendung dan hujan yang bertahan selamanya. Pada suatu saat tentu hari akan cerah dengan terbitnya sang surya. Malam yang gelappun akan berganti dengan pagi yang ceria.
Dari pepohonanpun siklus itu juga kentara. Daun-daun yang kering akan digantikan berseminya daun muda. Bunga yang gugur akan ada faedahnya menghasilkan buah-buah yang berguna.
Lalu ketika ditanya bagaimanakah bisa menmbulkan harapan itu dan kepada siapa. Sang lelaki menjawab bahwa diri sendirilah sang penguasa yang bisa mengendalikan ke mana diri, hati dan jiwa dibawa.
Namun yang lebih tinggi dan kokoh kuat landasannya adalah menaruh harapan kepada Tuhan yang Maha Kuasa. Menaruh harapan pada manusia sering membuat kecewa. Tetapi menaruh harapan pada Tuhan yang Esa tak pernah membuat seseorang luka meski kadang jalan yang ditentukanNya tak mudah terbaca oleh kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H