Sang lelaki mengambil kertas putih dan pena, hendak menulis puisi.
Tiba-tiba ia tersadar bahwa ia pun seperti kertas putih yang belum terisi
Seperti dirinya, kertas putih itu rapuh berhadapan dengan api. Jilatan api sesedikit apapun akan membuat kertas habis terbakar tak berarti. Demikian pula sang lelaki, ketika panas bara cinta menerpanya, luluh lantaklah segenap pikiran dan lumpuhlah hati.
Begitu pula kertas putih itu akan mudah larut dalam air sungai. Begitupun sang lelaki akan mudah larut dalam kesedihan jika sang gadis pujaannya terkungkung kesedihan hati.
Kertas putih ituun akan mudah ternoda oleh setitik tinta dari ujung jari. Sang lelaki juga mudah ternoda oleh godaan-godaan dunia meski itu sangat kecil dan tak berarti.
Maka supaya kertas putih itu bernilai, haruslah di atasnya ditulis puisi indah mahakarya yang akan menyejukkan hati. Sang lelakipun memotivasi diri agar hidupnya juga bagai puisi indah yang ditulisnya sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H