Lelaki itu dulu ikut berjuang dalam perang kemerdekaan.
Kini ia tinggal kesepian di sebuah gubug reot tua. Tanpa pendamping dan putera. Itu karena waktu berjuang dulu ia tak ingin seorangpun berduka jika ia terluka atau gugur di medan laga.
Dulu perawakannya gagah tetapi kini berjalanpun susah.
Tombak berlumur darah yang ada di pojok ruangan itu tak lagi dijadikannya senjata. Itu sudah jadi kenangan akan heroisme jaman dahulu kala.
Seragam militer yang dulu dengan bangga dikenakannya, kini juga sudah berada di lemari yang mulai rapuh dimakan rayap.
Pada awal-awal kemerdekaan, ia banyak disanjung dan diberi hormat. Namun kini tak seorangpun peduli pada nasibnya.
Kalau dulu ia gigih berjuang untuk memerdekakan bangsanya, kini harus berjuang untuk memerdekakan dirinya sendiri. Memerdekakan dari kemiskinan dan kesengsaraan yang menderanya.
Ia hanya berharap pada kedermawanan seseorang yang mungkin suatu saat akan datang menghampirinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H