Sang penyair mengambil selembar roti tawar terakhirnya. Digigitnya roti itu dengan ditemani segelas air putih saja.
Ini benar-benar makanan terakhirnya. Ia tidak tahu apakah besuk pagi ia masih punya makanan untuk sarapan.
Entahlah, akhir-akhir ini konsentrasi menulisnya menurun hingga tak banyak puisi yang dihasilkannya. Jika ada, maka puisi itupun tak bisa semuanya dimuat di media massa. Entahlah apa sebabnya. Mungkin faktor usia, mungkin pula suasana akibat corona yang membuat dunia datar tanpa irama dan dinamika.
Dari sisi media massa juga mereka punya kesulitan tak kalah besarnya. Banyak media online yang instan terbitnya. Memuat banyak berita sensasional yang lebih menarik dari dunia sastra.
Untuk menghbur dirinya, sang penyair memutuskan beralih pekerjaan saja. Pokoknya pekerjaan yang halal yang mungkin tak ada hubungannya dengan sastra yang memang tak menjanjikan masa depan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H