Para sahabat mengucapkan pidato perpisahan kepada sang lelaki di pusara.
Sementara jiwa sang lelaki melihat dan mendengarnya dari atas sana. Tentu dengan rasa cemas jika ada yang mengungkap kesalahan dan kelemahannya
Satu per satu kata dan kalimat terucap dari para sahabat tentang sang lelaki dari sisi baiknya.
Tak ada satupun yang mengungkap kelemahan dan sisi negatifnya. Tak ada yang berhasil membuka topeng sang lelaki yang dipasang untuk menutupi wajah aslinya.
Lelaki itu ingin mengkoreksinya dan mengungkapkan siapa dirinya sebenarnya serta bahwa ia bukan manusia yang sempurna. Tetapi apa daya dunianya tak memungkin untuk melakukannya.
Satu per satu pelayat dan para sahabat itu meninggalkan pusara.
Kini tibalah jiwa sang lelaki untuk berjalan melewati lorong menuju Sang Cahaya.
Dengan gemetar akan rasa takut tak terkira, ia akui kesalahan dan dosanya pada Sang Cahaya. Ia menyesal dan ikhlas menerima hukuman dariNya serta meminta untuk memberitahu kerabatnya yang masih di unia untuk tidak mengulangi kesalahan da dosa seperti yang diperbuatnya.
Sang Cahaya berkata bahwa biarlah manusia yang di dunia berbuat sesuai dengan apa yang dihekendakinya. Mereka sudah dibekali kal budi dan hati nurani untuk mempertimbangkannya. Lagipula tak bisa dikirim utusan ke dunia untuk memperingatkan mereka.
Lalu tentang kesalahan dan dosa sang lelaki, Sang Cahaya ternyata mengampuninya karena amal baik sang lekai melebihi dosa dan kesalahannya. Kerahiman Sang Cahaya melebihi pertimbangan manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H