Lelaki itu berpikir-pikir tentang paradoks manusia sambil membaca buku dan meneguk secangkir kopi di pagi hari.
Ditemukannya beberapa paradoks manusia.
Ketika anak-anak mereka bosan menjadi anak-anak dan ingin cepat menjadi dewasa. Tetapi ketika sudah deawasa mereka ingin kembali menikmati masa indah menjadi kanak-kanak.
Manusia juga bekerja sangat keras untuk memperoleh uang sampai mengurbankan kesehatannya. Lalu dengan uang itu mereka memulihkan kesehatan kemabli yang telah dikurbankannya.
Seringkali manusia juga sangat mencemaskan masa depan dan lupa bahwa mereka hidup di masaa kini. Akhirnya mereka tak hidup baik di masa kini maupun di masa depan.
Mereka juga menjalani hidup seolah-olah tak akan pernah mati. Tetapi ketika mati dan jiwanya harus menghadap pengadilan ilahi, tampak bahwa mereka seolah-olah tak pernah hidup.
Sadarlah lelaki itu akan segala kelemahan manusia, termasuk dirinya. Dan paradoks sederhana itupun kini dijlaninya, ia seolah-olah bahagia dengan kesendiriannya. Padahal hidupnya sangat hampa dan ia tetap berharap datangnya wanita penghibur lara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H