Sungguh. Ketika menengok masa lalunya lekaki itu selalu termangu dan terpuruk. Sekian jalan berlumpur penuh salah dan dosa sudah ia lalui. Ia bertekad tak akan mengulanginya.
Namun selalu saja mimpi buruk tentang masa lalu itu datang berulang dan itu membuatnya membeku dan kelu. Ia lalu tenggelam pada jurang rasa putus asa yang terdalam. Mungkin memang Tuhan tak berkenan dan akan menghukumnya berdasar masa lalunya.
Sampai suatu malam ia bermimpi bertemu Tuhannya. Ia menangis sejadi-jadinya dan mengakui salah dan dosa masa lalunya. Ia siap jika Tuhan menghukumnya.
Tapi di liar dugaannya Tuhan berkata: Anakku, segala dosamu sudah kulupakan.Aku bahkan tak ingat lagi kamu berbuat dosa dan salah apa. Yang penting jangan berbuat dosa lagi. Tataplah masa depanmu yang masih panjang. Rasa bersalahmu justru akan meembelenggumu tuk berbuat baik bagi sesamamu Teruskanlah hidupmu dengan suka cita , cinta, dan jangan pernah ragu. Aku selalu menyertaimu
Ketika terbangun lelaki itu penuh syukur. Tuhan ternyata bukan penghukum tapi penuh ampun
(Puisi ini sebagai renungan Umaat Nasrani yang menjalani masa prapaskah, masa pertobatan untuk menyambut wafat dan kebangkitan Isa Al Masih)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H