Lihat ke Halaman Asli

Dr. Nugroho SBM MSi

Saya suka menulis apa saja

Komisi Perlindungan Korupsi

Diperbarui: 9 Juni 2016   21:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jagad media Indonesia baru-baru ini digegerkan dengan kasus salah tulis alamat surat dari Kementrian Dalam Negeri ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Yang ditulis di alamat surat bukannya "Komisi Pemberantasan Korupsi" sebagai kepanjangan dari KPK melainkan Komisi Perlindungan Korupsi. Yang menulis ternyata adalah staf Kemendagri yang lulusan SLTA dan baru bekerja 3 bulan.

Dampak dari salah tulis itu cukup mengagetkan yaitu staf itu dipecat dari pekerjaannya. Di samping itu Kemendagri telah mengirimkan surat permohonan maaf kepada KPK. KPK sendiri, seeperti yang terbaca di berbagai media massa, tak menganggap serius hal itu dan itu cuma salah ketik biasa.

Ada beberapa hal yang bisa disimpulkan dari peristiwa itu. Pertama, hal tersebut merupakan fenomena yang mengherankan dimana di era informasi dan teknologinya yang sangat maju ada orang yang tidak tahu tentang lembaga sebesar dan setenar KPK. Saya yakin pastilah staf tersebut punya telepon pintar ( smartphone) di mana ia bisa dengan cepat mengakses informasi lewat mesin pencari di internet.  Jika dia ragu-ragu, ia bisa bertanya ke mesin pencari apa singkatan dari KPK. Saya khawatir bahwa masyarakat Indonesia, terutama kaum mudanya, menggunakan telepon pintarnya hanya untuk senang-senang (misal update status, pamer gaya, atau main game). 

Kedua, tingkat pendidikan dari staf tersebut adalah SLTA. Sebenarnya bukanlah tingkat pendidikan yang rendah.  di semua SLTA saat ini juga ada pendidikan anti korupsi sehingga lembaga semacam KPK mestinya juga sudah diperkenalkan. Ini dapat disimpulkan bahwa pendidikan formal yang lumayan tinggi tak menjamin seseorang itu peduli terhadap lingkungannya. Mungkin waktu sekolah di SLTA nya dulu, staf itu tak peduli apa yang diajarkan guru-gurunya. Mungkin sistem evaluasi di sekolah sekarang juga terlalu murah sehingga murid yang tak tahu apa-apapun bisa lulus.

Ketiga, soal hukuman pemecatan itu barangkali juga bisa dipersoalkan. Apakah kesalahan ketik itu pantas dihukum berat dengan pemecatan. Memang sempat ada dugaan bahwa salah ketik itu diduga disengaja dan merupakan salah satu bentuk sabotase. Tapi ini kemudian dibantah oleh Mendagri sendiri yang menyatakan bahwa itu hanya tindakan ceroboh salah ketik biasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline