Presiden Direktur BCA Jahja Setiatmadja mengatakan bahwa BCA berencana akan memungut biaya bagi nasabahnya yang mengecek saldo rekeningnya di Anjungan Tunai Mandiri (ATM) secara berulang-ulang. Alasan yang dikemukan Jhaja adalah hal itu dilakukan untuk menutup biaya operasional dan perawatan ATM yang kian mahal. Menurut dia, biaya operasional dan perawatan per ATM per tahun mencapai Rp 144 juta.
Terhadap hal ini, Komisioner OJK Muliaman Hadad mengatakkan bahwa itu hak perusahaan atau BCA karena merupakan kebijakan internal BCA. Namun Muliaman menyatakan sebaiknya BCA transparan kepada nasabah soal hal ini.
Melihat fenomena ini ada dua hal yang menarik untuk dikritisi. Pertama, apakah penarikan biaya oleh BCA itu memang benar untuk biaya perwatan ATM ataukah justru itu dijadikan alat oleh BCA untuk mencari tambahan pendapatan non bunga? Barangkali itu dijadikan pendapatan aalternatif non bunga karena sampai saat ini bank-bank masih enggan menyalurkan kreditnya meskipun BI rate sudah diturunkan oleh BI dua kali dari 7,5 persen menjadi 7,25 persen dan kemudian turun lagi menjadi 7 persen.
Giro Wajib Minimum (GWM) juga sudah ditutunkan oleh BI menjadi 7,5 persen dari sebelumnya 8 persen dari dana pihak ketiga. Bank masih enggan menyalurkan kredit yang akan menghasilkan bunga karena bank memandang resiko kredit masih besar sehingga pendapatan non bunga lah yang dioptimalkan, termasuk memungut biaya cek saldo oleh BCA.
Kedua, kita melihat bahwa kedudukan nasabah bank di Indonesia masih lemah. Bank dengan sepihak seringkali menerapkan kebijakan yang mungkin tak bisa digugat oleh nasabah. Dalam hal ini sikap Komisioner OJK yang memberi saran kepada BCA untuk tranparan soal biaya cek saldo di ATM, sudah benar karena memang tugas OJK untuk megawasi Bank dengan titik berat untuk perlindungan konsumen atau nasabah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H