Lihat ke Halaman Asli

Bocah Merapi dan Masa Depan

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Dimuat di http://www.harianjoglosemar.com/berita/bocah-merapi-dan-masa-depan-29781.html

Sepanjang 2010 bencana alam silih berganti melanda Indonesia. Dari banjir bandang di Wasior, Papua Barat; gempa dan gelombang tsunami di Mentawai, Sumatra Barat; sampai rentetan letusan Merapi di perbatasan Jateng dan DIY. Bencana alam tak hanya merenggut korban jiwa dan menelan kerugian miliaran rupiah. Tapi juga menyebabkan trauma psikis dalam diri warga. Tak terkecuali anak-anak di barak pengungsian.

 

Misal yang dialami seorang anak pengungsi Merapi dari Boyolali, Jawa Tengah. Setiap kali ia melihat masker, yang terpikir ialah segera bersiap-siap mengungsi dengan truk. Karena takut terkena semburan awan panas dan guyuran hujan abu vulkanik. Lain lagi anak pengungsi dari Cangkringan, Sleman, Yogyakarta, ia langsung merasa panik kalau mendengar suara gembludug (gemuruh) dan raungan sirene ambulans.

 

Menurut Maya Safira Muchtar, terapis kesehatan holistik L’Ayurveda Jakarta, istilah psikologi ihwal gangguan stres pascatrauma semacam itu ialah Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Rekaman pengalaman menakutkan ketika bencana alam terjadi berulang terus-menerus (reexperience) di benak para korban. Bentuknya berupa khayalan, mimpi, halusinasi, dan flash back (kilas balik).

 

Sehingga para pengungsi akan ketakutan dan bereaksi panik seperti saat trauma itu terjadi. Bila berkepanjangan gangguan ini dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Antara lain, menjadi mudah tersinggung, emosional, dan suka melongo (melamun). Oleh sebab itu, selain pemenuhan kebutuhan logistik, ganti rugi ternak, dan rehabilitasi infrastruktur, para pengungsi juga membutuhkan terapi pemulihan stres dan trauma. Terutama sekali bagi anak-anak di barak pengungsian.

 

Para ilmuwan menyatakan bahwa sebelum masuk sekolah, tepatnya sekitar usia 4 sampai 5 tahun, terdapat lebih dari 50 persen neuron otak yang sedang tumbuh dan membentuk sirkuit tertentu. Itulah kenapa tahun-tahun awal tersebut dinamai the golden age (masa keemasan). Peran orangtua dan guru ialah untuk memberikan stimulus positif. Berupa kata dan keteladanan tingkah laku. Agar tercipta rangkaian sel yang relatif berkualitas.

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline