Lihat ke Halaman Asli

Secuil Kisah dari Desa Karang Tanjung

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari pahlawan 10/11 tahun ini kami maknai dengan turba. Alias turun ke bawah menuju barak pengungsi Merapi. Tepatnya di Desa Karang Tanjung, Pandowo Harjo, Sleman, Yogyakarta. Berjarak radius 20,9 km dari puncak gunung api teraktif di dunia tersebut.

Teman-teman Cri-J Indonesia Give Back berinisiatif menyisihkan uang saku murid-murid sekolahan. Sedangkan, pegawai yang sudah bekerja juga memberikan sebagian gaji bulanannya. Koordinasi dilakukan lewat FB, sms/telpon, dan e-mail. Total dana terkumpul Rp 1,2 Juta. Kemudian ditransfer oleh Sukageunsuk  via rekening  ATM.

Memang jumlahnya tak banyak bila dibandingkan dengan sumbangan yang masuk lewat stasiun-stasiun TV swasta. Tapi saat bencana melanda seperti saat ini, setiap rupiah dan sekedar tegur sapa niscaya sedikit meringankan beban saudara-saudari sebangsa-setanah air tersebut.

Saya memilih lokasi tempat pengungsian di Desa Karang Tanjung tersebut karena ada kenalan di sana. Namanya Agustinus Risanta. Ia bekerja sebagai operator IT di Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Di dekat rumahnya terdapat posko pengungsian Merapi.

Kebanyakan pengungsi berasal dari daerah Cangkringan dan Turi Sleman. Totalnya ada 160 orang. Pria 76 dan wanita 74. Termasuk anak-anak dan remaja. Mereka turun dari barak di atas pasca letusan Merapi pada Kamis malam (5/11/2010).

Bertindak sebagai kepala posko pengungsian ialah Pak Catur (HP: 0274-7489198). Sekretariat relawan memakai fasilitas Posyandu desa. Sedangkan para pengungsi ditampung di balai desa.

Kami menyalurkan bantuan berupa sabun cuci, minyak goreng, pasta gigi, shampo, balsem, minyak kayu putih, dan pembalut wanita. Sebelumnya berbelanja dulu di Indo Grosir di Jalan Magelang, karena di sana harganya relatif murah. Mas Agustinus lah yang memberi tahu daftar kebutuhan pengungsi kepada kami via sms.

Kami hanya sebentar saja di barak pengungsian tersebut. Dari jam 14.00-15.00 WIB karena pakewuh berlama-lama di sana. Para relawan sibuk melayani para pengungsi. Ada yang memasak, ada yang memilah-milah distribusi bantuan, dan ada yang memantau situasi terkini Merapi lewat HT dan internet.

Setelah beramah-tamah sebentar dengan Pak Catur, kami mengisi buku tamu, mencatat nama pemberi bantuan dan apa saja isi bantuannya.

Lantas kami diantar Mas Agustinus ke barak pengungsi. Tapi kebanyakan sedang keluar, ada yang kembali ke rumah melihat kondisi tempat tinggal dan ternaknya, ada yang ke rumah sanak famili, dlsb. Menurut para relawan, barak pengungsi baru akan ramai pada malam hari.

Namanya barak pengungsian ya relatif kurang nyaman. Ruangan sempit harus ditempati beramai-ramai. Privasi tidak ada sama sekali. Mereka hanya beralaskan tikar. Anak-anak duduk di depan TV menonton film kartun. Ibu-ibu memasak di dapur umum. Pakaian-pakaian basah dijemur di pagar depan Balai Desa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline