Tadi saya menerima posting WA. Sumbernya dr VOA, Voice of America. Isi posting tentang vaksin corona, "Jangan Mau Jadi Kelinci Percobaan Vaksin Asing." Kurang lebih begitu. Tendensinya terlihat jelas, Indonesia jangan mau jadi percobaan untuk vaksin Sinovac China, yang sedang berjalan di Bandung.
Sumber berita adalah tokoh terkenal dr Laboratorium Eijkman, Prof.Dr. Amin Subandrio. Kalimat "Jangan mau jadi kelinci percobaan vaksin asing" terpapar dengan jelas pd video, bersama dengan gambar profesor tsb. Konotasinya jelas; seolah2 profesor ini tidak setuju dengan penelitian klinik yang sedang berjalan di Universitas Padjadjaran.
Tapi mari kita lihat dengan teliti apa yang dikatakan oleh profesor tsb. Lihat pada transkrip yang saya sertakan di bawah. Sama sekali tidak ada kesan Prof Amin tidak menyetujui penelitian itu. Justru sebaliknya. Semua kata2nya mengarah ke setuju pada penelitian tsb., karena semua persyaratan yang disebut oleh Prof. Amin terpenuhi.
- Kalau beli dr pabrik Eropa atau Amerika, berapa banyak vaksin yang dapat kita peroleh per minggu? Paling 1 juta dosis. Pdhal kita butuh tujuh kali lipat kalau mau menyelesaikan vaksinasi dalam 1 tahun. Sinovac akan memberi lisensi pada Biofarma sehingga Biofarma dapat memenuhi kebutuhan itu.
- diharapkan teknologi pembuatan vaksin dapat ditransfer ke Indonesia. Itu ada dalam perjanjian dengan Sinovac.
- vaksin harus efektif untuk orang Indonesia. Penelitian fase 3 di Bandung justru untuk tujuan ini. Untuk meyakinkan bahwa vaksin tidak hanya bekerja pada orang barat.
- kita jangan jadi kelinci percobaan saja. Itu tidak terjadi, karena keikutsertaan Indonesia dalam penelitian dan produksi vaksin.
- protokol penelitian harus disetujui oleh BPOM. Ini sudah terpenuhi.
Jadi, tulisan yang dikemukakan VOA tadi sepertinya dengan sengaja dilakukan untuk memelintir kata2 Prof. Amin. Saya tidak percaya wartawan VOA begitu bodoh sehingga tidak dapat mengartikan kata2 Prof. Amin. Saya lebih percaya ini disengaja, dalam kerangka perang dagang di antara AS dan China, di mana pemimpin tertinggi AS berperan penting, dan kita tahu bagaimana dia dengan mudahnya membuat hoax (dengan mudah dibaca pada media terkemuka AS; cari di Google dengan kata pencarian "President Trump, hoax, corona")..
Kita perlu lebih cermat dalam menyikapi perang AS - China ini. VOA yang dulu terkenal cukup bagus, sekarang jelas2 mengecoh... (baca transkrip video di bawah ini).
Semua pernyataan Prof Amin mengarah ke setuju dengan percobaan vaksin di Bandung, sambil menunggu pengembangan vaksin Merah Putih, yang murni buatan Indonesia sendiri, yang memerlukan waktu lebih lama.
Sebagai rakyat jelata Indonesia, saya mengajak semua untuk menomorsatukan negeri kita sendiri. Indonesia. . Mari utamakan Indonesia, dan tidak terjebak dalam pertarungan dua gajah... Mari berhati2 kalau membaca berita atau ulasan dr kedua pihak yang berperang. Jangan langsung percaya, termasuk pada VOA ini.
Tautan: https://www.voaindonesia.com/a/5521272.html
Transkrip video VOA: "... Jadi, untuk penduduk 260 juta itu kalau kita mau memberikan vaksin kepada 70 persen penduduk kita butuh 175 juta dosis. Kalau kita membutuhkan dua suntikan setiap orang berarti kita membutuhkan 350 juta dosis. Kalau kita harus beli dari luar negeri belum tentu produsen vaksin di luar negeri itu bisa langsung memberikan 350 juta; misalnya Indonesia mendapatkan jatah 1 juta dosis per minggu berarti untuk 350 juta dosis kita butuh 350 minggu, berarti 7 tahun.
Ya, jangan sampai kita hanya dijadikan pasar. Vaksin sudah jadi, kita disuruh beli, disuruh pakai padahal efikasinya juga belum teruji. Yang kedua belum tentu vaksin itu sesuai dengan virus yang beredar di Indonesia. Untuk itu harus dilakukan uji klinik yang terdesain dengan baik dan semua protokolnya di-approve oleh Badan POM
Jadi kalau ada produsen vaksin yang memiliki teknologi lebih advanced, sebaiknya kita juga dibagi; tidak hanya sebagai objek aja."