Lihat ke Halaman Asli

E. Nugroho

Dokter, ilmuwan, seniman, pengamat bahasa

Debat Capres: yang Saya Suka pada Prabowo, dan Bisa Dipakai Jokowi

Diperbarui: 20 Juni 2015   04:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

TAHUKAH kau, hai saudara-saudara, di tetangga kita, di Singapura, punya bom saja kamu sudah wajib dihukum mati! Begitu kata Prabowo. Saya sangat suka ini. Baru kali ini ada pemimpin yang menonjolkan hal ini. Bahwa di Singapura dan Malaysia, pada waktu itu (entah sekarang masih berlaku atau tidak), jangankan memiliki bom, menyimpan pistol saja, wajib hukum mati. Jadi hakim cuma bisa menentukan benar atau tidak si terdakwa menyimpan pistol ilegal. Kalau benar, wajib hukum mati. Tidak ada hukuman lain. Dan lihatlah… Singapura dan Malaysia melangkah jauh di depan Indonesia dalam kemakmuran dan ketertiban masyarakat.

Prabowo bagus dalam mengangkat hal ini. Soal pelaksanaan wacana tadi, tentu dapat diperdebatkan. Tapi dia bagus. Rasanya Jokowi tidak akan melakukan hal itu. Dia tidak suka pada kepala yang menggelinding atau tubuh tergantung. Jadi memang perubahan antikorupsi ala Jokowi, kalau menang, akan dijalankan pelan-pelan. Tidak menyenangkan orang bernafsu sadis seperti saya ini (yang jumlahnya cukup banyak). Tapi ada kemajuan. Seperti terlihat pada pelayanan di kelurahan/kecamatan di Jakarta sekarang ini.

Apa yang bisa dilakukan Jokowi? Ketahui hal ini. Banyak orang bernafsu sadis. Terangkan pada debat: “saya tahu, banyak orang yang ingin ada kepala menggelinding; saya tidak suka akan hal itu, tapi saya akan bersihkan mereka semua.” Jadi, terpenting adalah: mengetahui jalan pikiran khalayak ramai yang menonton. Mengikuti, dan menjelaskan pada debat. Sayang bin sayang tim pendamping Jokowi, kalau boleh saya katakan terus terang, kurang tanggap…

Apa hal lain yang bagus pada Prabowo, yang dipuji-puji analisnya? Menyatakan hal-hal yang normatif, katanya. Iya, normatif. Memakmurkan rakyat, menghapus diskriminasi dll dsb. Omong kosong. Tapi itu disukai rakyat. Jadi, ikuti saja. Jokowi dapat dengan mudah mengikuti semua itu, lalu menambahkan: “saya dengan mudah menambah daftar impian tadi, tapi IMPLEMENTASI-nya, pelaksanaannya, sangat diperlukan,” lalu terangkan mengapa dan bagaimana. Kalau ini dilakukan, pihak sana sulit menyerang, wong semua pernyataannya sudah disebut (sebutkan dengan sangat cepat, dengan hiperbola), PLUS tambahan keterangan penjelasan.

Apa kebodohan tim penasihat Jokowi? Menyuruhnya memakai jas! Dengan kertas menyembul, pula. Sungguh tidak jokowi. Jokowi disenangi karena dia adalah Gandhi-nya Indonesia. Baca: http://politik.kompasiana.com/2014/06/04/walikota-rotterdam-yang-muslim-dan-pengagum-jokowi--663135.html. Juga http://politik.kompasiana.com/2014/05/14/seandainya-aku-jokowi-2-656505.html. Memakaikan jas pada Jokowi mirip dengan memakaikan jas kembali pada Gandhi; jas yang dengan sengaja dibuang Gandhi. Jadi, untuk lain kali bagaimana? Pakai kemeja biasa, dengan jas di luar. Lalu BUANG jas itu di panggung. Saya segan memakai ini! Akan terjadi sensasi yang hebat. Disukai rakyat kecil, karena ini sesuai dengan keinginan mereka. Entah kalau Jokowi nanti berubah, dan senang dengan jas. Semoga tidak. Berjanjilah untuk tidak memakai jas, kecuali pada pertemuan dengan kepala negara lain. Itu lebih baik lagi. Punya harga diri. Punya keyakinan diri. Punya pendapat pribadi. Dan itu akan terpancar keluar. (Kesulitan memang pada JK yang terbiasa mewah. Tapi abaikan dia. Urusi menteri, dan haruskan mereka seperti itu.)

Eh, kembali lagi pada topik. Apa yang bagus pada Prabowo kemarin? Waktu ditanya soal HAM, “tanyakan pada atasan saya,” jawabnya singkat. Dan ini disukai oleh analisnya, oleh sebagian orang luar, dan mungkin dimakan oleh rakyat di desa. Analis TVOne langsung berkata, bukankah dengan demikian masalah tragedi 1998 selesai? Oooo… tidak! Sayang sekali Jokowi dan JK tidak memanfaatkan kesempatan ini, yang tidak diulang pada debat y.a.d. Cecar dia! Dapatkah seseorang, baik dia prajurit, baik manajer perusahaan, baik office boy, lepas dari tanggung jawab kalau dia disuruh melakukan perbuatan kriminal? Perbuatan yang melawan hukum? Mencuri, atau membunuh misalnya. Salah. Tetap salah. Dan selamanya salah! Si pelaku, serta atasan yang menyuruh, bersalah. Tidak bisa dia lepas tanggung jawab dan bilang “saya tidak salah” karena disuruh atasan. Enak sekali… tidak ada tanggung jawab pribadi sebagai manusia. Kalau robot, bolehlah dia mengatakan begitu.

Saya suka juga dengan jawaban Prabowo mengenai cara mengendalikan bawahan (dalam hal ini gubernur). Dia tidak memberi jawaban apa-apa. Dan disikat oleh Jokowi dengan melontarkan bahwa ada alat untuk mengendalikan gubernur, yakni anggaran. Budget. Dengan tidak dikasih budget, gubernur yang melawan akan kalang-kabut. Jokowi sangat unggul dalam hal ini karena dia punya pengalaman, dan Prabowo tidak. Nilai untuk sesi ini 1- 0 untuk Jokowi. Sesi-sesi lain dapat dibilang seri. Tidak ada yang unggul. Masih ada lagi kelemahan jokowi, tapi tempat dan waktu tidak memperbolehkan saya menulis lebih lanjut.

Secara total untuk debat capres kali ini saya kasih nilai 1-0 untuk Jokowi, bukan 5-0 seperti diberikan oleh pemuja yang matanya tertutup. Banyak hal dapat diperbaiki Jokowi, dan seharusnya itu didapat dari orang di sekelilingnya. Para penasihatnya. Sayang bin sayang mereka kurang profesional (meski mungkin bergelar profesor). Juga para penasihat Prabowo, lho…

Satu lagi: debat itu untuk tonjok menonjok secara mental. Jangan ewuh pakewuh. Malu-malu. Halus-halusan… Lain kali, perbaiki. Desak. Cecar. Tanya terus…

Hal terakhir, kok saya mengumbar tulisan ini di sini? Jangan takut. Yang baca sedikit, kok. Bukan jutaan seperti ditonton TV.... Hehehe,,,,

Tulisan saya lainnya : klik nama saya di atas.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline