Diplomasi budaya merupakan strategi yang sangat efektif dalam memperkuat hubungan antar negara melalui pertukaran budaya dan seni. Jepang telah berhasil memanfaatkan diplomasi budaya dengan sukses melalui kekayaan warisan budaya dan popularitas budaya pop seperti anime dan manga. Salah satu contohnya adalah World Cosplay Summit (WCS), sebuah acara yang menjadi penggerak utama dalam memfasilitasi pertukaran budaya melalui cosplay, dan berhasil memperkenalkan budaya Jepang ke seluruh dunia.
Istilah "cosplay" sendiri awalnya diperkenalkan pada tahun 1983 oleh Nobuyuki Takahashi, presiden dari Studio Hard. Cosplay merupakan gabungan dari kata "costume" dan "play", yang kemudian dalam bahasa Jepang disebut "Kosupure" merujuk pada praktik seseorang meniru karakter anime atau manga dengan menggunakan kostum, aksesoris, dan bahkan wig (rambut palsu) untuk menciptakan penampilan yang mirip dengan karakter tersebut dalam bentuk tiga dimensi (versi 3D). Fenomena tersebut muncul seiring dengan popularitas anime dan manga yang menyebar ke seluruh dunia. Banyak orang merasa bahwa hanya "menonton anime" atau "membaca manga" tidaklah cukup, mereka juga ingin mencoba menjadi karakter favorit mereka dengan berperan sebagai mereka. Fenomena ini dimanfaatkan Jepang untuk mempromosikan budaya Jepang dengan diadakannya World Cosplay Summit pertama kali pada 12 Oktober 2003 di Hotel Rose Court di Nagoya, dengan lima cosplayer dari Jerman, Prancis, dan Italia diundang ke program TV Aichi yang berjudul "Manga is the Common Language of the World". Negara-negara tersebut, bersama dengan Jepang sebagai tuan rumah, berpartisipasi dalam World Cosplay Summit edisi pertama. Acara tahunan ini terus berkembang dan mengalami peningkatan, dengan jumlah peserta mencapai 39 negara pada tahun 2022.
World Cosplay Summit sebagai bagian dari Diplomasi Budaya Pop yang dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri Jepang. Dukungan keuangan diberikan oleh Kementerian Luar Negeri Jepang dari tahun 2006 hingga 2008, dan sejak tahun 2009, Kementerian Luar Negeri Jepang menjadi panitia eksekutif acara ini. Dukungan ini mencerminkan pergeseran kebijakan luar negeri Jepang yang menekankan penggunaan budaya populer sebagai sumber kekuatan lunak (soft power). Dukungan ini diberikan karena cosplay telah mendapatkan popularitas yang signifikan di tingkat internasional. Tujuan dari dukungan ini adalah untuk memperkuat citra positif Jepang dan menegaskan upaya Jepang dalam memperlihatkan diri sebagai pelopor budaya postmodern. Hal ini dikarenakan ada kebutuhan mendesak untuk menampilkan hal-hal unik dari Jepang dalam budaya populer, terutama dalam konteks postmodern, mengingat adanya persaingan dengan negara-negara Asia lainnya yang juga memiliki daya saing di bidang ini.
World Cosplay Summit menjadi platform penting bagi Jepang untuk memperkenalkan budaya mereka kepada dunia. Melalui acara ini, Jepang berhasil membangun hubungan diplomatik yang lebih dekat dengan negara-negara peserta dan mempromosikan citra positif tentang negara mereka. Salah satu hal yang membuat acara ini begitu unik adalah fokusnya pada aspek budaya Jepang. Para peserta tidak hanya dituntut untuk menampilkan cosplay yang sempurna, tetapi juga harus mencerminkan elemen budaya Jepang dalam penampilan mereka, termasuk pakaian tradisional Jepang, gaya rambut, aksesoris, dan bahkan gerakan serta etiket Jepang.
Selain kompetisi cosplay, World Cosplay Summit melibatkan aktivitas promosi budaya Jepang. Ada pertunjukan budaya seperti tarian dan musik yang diselenggarakan selama acara. Pameran seni juga digelar untuk memamerkan karya seniman-seniman cosplay terbaik. Selain itu, ada pertemuan antara peserta dengan tokoh-tokoh terkenal dalam industri hiburan Jepang, seperti mangaka atau pengisi suara, yang memberikan pengalaman berharga bagi peserta dan juga memperkuat hubungan budaya antara Jepang dan negara-negara peserta.
Melalui World Cosplay Summit, Jepang berhasil menciptakan dampak positif dalam diplomasi budaya mereka. Hal ini telah meningkatkan minat orang-orang dari berbagai belahan dunia untuk mempelajari lebih lanjut tentang budaya Jepang, mengunjungi negara tersebut, dan mempromosikan pariwisata Jepang secara keseluruhan.
Adanya WCS memberikan manfaat yang signifikan bagi Jepang. Selain memudahkan interaksi dan kerja sama dengan negara lain, meningkatnya citra positif Jepang dari WCS juga menyebabkan peningkatan jumlah orang yang mempelajari Bahasa Jepang di seluruh dunia. Data dari tahun 2003 hingga 2012 menunjukkan peningkatan yang signifikan, dengan jumlah pembelajar Bahasa Jepang mencapai hampir empat juta orang pada tahun 2012. Negara-negara dan wilayah yang aktif mengikuti WCS, seperti Tiongkok, Indonesia, dan Korea Selatan, memiliki jumlah pembelajar Bahasa Jepang terbanyak.
Selain itu, WCS juga memberikan kontribusi bagi perekonomian Jepang. Industri kostum di Jepang mengalami perkembangan sebesar 5% pada tahun 2009, dengan nilai sekitar 500 juta dolar AS. Sektor pariwisata di Jepang juga mengalami pertumbuhan berkat WCS. Jumlah kunjungan ke event ini meningkat dari 3.000 orang pada tahun 2005 menjadi 18.000 orang pada tahun 2012.
Fenomena cosplay ini tentunya menyebar tidak hanya di Jepang dan dalam tingkat internasional, event cosplay di level nasional juga sering diadakan khususnya di Indonesia. Seiring dengan kepopuleran anime dan manga yang semakin meningkat, acara-acara cosplay mulai muncul dan terus berkembang hingga saat ini. Event-event besar dapat ditemukan di berbagai kota besar di Indonesia, seperti Bandung, Surabaya, Jakarta, Yogyakarta, Medan, dan kota-kota lainnya. Terdapat berbagai jenis cosplay yang dipraktikkan, antara lain Cosplay Anime Manga, Cosplay Game, dan Cosplay Tokusatsu. Salah satu event cosplay yang bergengsi yaitu Indonesia Cosplay Grand Prix (ICGP) di mana pemenang dalam kompetisi ini akan menjadi perwakilan Indonesia untuk acara World Cosplay Summit di Jepang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H