Lihat ke Halaman Asli

Pondok Pesantren Waria?! Bagimana Shalatnya?

Diperbarui: 29 Mei 2023   21:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pondok pesantren Waria Al-Fatah Yogyakarta didirikan pada tahun 2008 silam oleh seorang waria bernama Shinta Rantri bersama dua rekannya.

Dikutip dari Merdeka.com, Shinta Ratri menilai, para waria terkadang merasa tidak nyaman dan seringkali mendapat penolakan dari warga. Meski tak selalu berupa kata-kata yang terucap pedas, namun juga tindakan.

“Ketika shalat di masjid terkadang ada banyak penolakan. Tak selalu berupa kata-kata namun juga tindakan. Saat shalat ternyata di sampingnya seorang waria, mereka kemudian pindah. Hal inilah yang membuat waria cenderung lebih nyaman shalat di rumah,” ujar Shinta waktu itu, Agustus 2021.

Dari kondisi inilah Shinta Ratri membangun pondok pesantren yang menurutnya adalah madrasah pertama untuk kaum transgender di mana pun di dunia.

Ketika salat, para santri waria bebas memilih memakai sarung atau mukena. Tak ada paksaan, semua disesuaikan dengan keyakinan dan ketulusan hari mereka dalam menghadap Allah SWT. Terpenting tentu tetap berlandaskan niat. Beribadah guna mendapat pahala dan ketenangan batin masing-masing.

Dalam pandangan islam sendiri waria, atau dalam bahasa arab disebut khuntsa (الخنثى) terbagi menjadi dua, yaitu Khuntsa ghayru musykil dan Khuntsa musykil.

Khuntsa ghayru musykil yaitu yang diketahui tanda-tanda kelaminnya apakah ia laki-laki atau wanita. Maka hukum fikih yang berlaku padanya sesuai dengan tanda-tanda kelamin yang nampak padanya. Jika tanda-tanda kelaminnya menampakkan ia laki-laki, maka berlaku hukum sebagaimana laki-laki. Demikian juga jika tanda-tanda kelaminnya wanita, maka berlaku hukum wanita.

Sedangkan khuntsa musykil, yaitu tidak diketahui atau tidak jelas tanda-tanda kelaminnya. Atau tidak diketahui secara pasti ia laki-laki atau wanita, atau tanda-tanda yang ada saling bertentangan sehingga menimbulkan keraguan.

Maka untuk khuntsa musykil ada beberapa hukum fikih yang perlu diketahui:

1.Tidak wajib shalat jama’ah di masjid

Ia tidak diwajibkan shalat berjamaah di masjid, dan hendaknya ia shalat di rumah. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline