Ini cerpen bergenre detektif tentang pembunuhan di keraton Majapahit. Semua petunjuk ditebar sepanjang cerita agar pembaca bisa menemukan sendiri pembunuhnya sebelum cerita berakhir. Semoga sukses.
Ratu Tribuana Tunggadewi tengah menghadapi masalah. Saat ini dia memegang pucuk pimpinan Keraton Majapahit untuk sementara. Putranya, Maharaja Hayam Wuruk, tengah meninggalkan Ibu Kota Kerajaan untuk menemui Gajah Mada di pengasingan. Celakanya, justru pada situasi seperti ini, terjadi peristiwa mengerikan di dalam Keraton.
Rakrian Wulunggeni, salah satu pembesar keraton, ditemukan tewas dalam bangsal penyimpanan pusaka. Ini jelas pembunuhan, karena lehernya dipuntir sampai patah. Sampai sekarang belum diketahui siapa pelakunya. Dan itu hanya satu dari sekian teka-teki yang muncul dalam kasus ini.
"Para penjaga juga tidak habis pikir bagaimana mayat Rakrian Wulunggeni bisa berada di dalam, Gusti Ratu," kata Patih Ranutama yang merupakan penanggung jawab keamanan Keraton. "Mereka bersumpah tidak ada orang yang masuk atau keluar sebelum kejadian, termasuk Wulunggeni. Seolah pembunuh itu bisa masuk tanpa terlihat dan meletakkan mayat Wulunggeni di sana."
Tunggadewi mendengarkan keterangan Ranutama tanpa terlihat cemas atau ketakutan. Sikapnya malah terlihat seperti seorang pendekar yang menghadapi tantangan terbesar. Setelah merenung sejenak, wanita paruh baya yang masih kencang dan rupawan itu bertanya, "Apa ada pusaka yang hilang dari bangsal?"
"Untungnya tidak ada, Gusti Ratu," jawab Ranutama tanpa terlihat gembira. "Tapi menurut juru kunci pusaka, yang hilang justru salah satu bahan perawatannya. Ada satu kendi kecil berisi bubuk pembersih pusaka yang hilang dari tempatnya. Entah untuk apa bahan itu dicuri - jika memang dicuri. Bubuk itu tak berharga sama-sekali."
Bukannya bingung, kilatan di mata Tunggadewi justru menunjukkan dia tertarik dengan keterangan itu. Lekas-lekas dia bertanya, "Apakah bahan yang kau maksud adalah bubuk warangan, Paman Patih?"
Ranutama tercengang oleh tebakan junjungannya. Tanpa menutupi rasa penasarannya, dia menjawab, "Itu benar sekali, Gusti Ratu. Dari mana Gusti tahu?"
"Ada kegunaan lain dari warangan selain untuk membersihkan pusaka." sahut Tunggadewi. "Dalam takaran tertentu, itu adalah racun yang sangat mematikan."
Kalimat terakhir itu membuat Ranutama menegakkan sikap duduknya. "Ada sesuatu yang harus hamba sampaikan, Gusti Ratu. Hamba tidak tahu apa ada hubungannya dengan kasus ini. Sewaktu hamba memeriksa anak buah Wulunggeni, ada satu yang menyampaikan keterangan yang mengagetkan sekaligus aneh."