Sejak awal, Nyai Sendang menyadari ada yang misterius pada diri suaminya. Sosoknya yang tinggi besar dengan otot-otot seperti karung beras mengesankan pekerja kasar. Anehnya, sikap dan tutur katanya mengesankan jiwa cendekia. Dia baru mengetahui siapa dia sebenarnya setelah kejadian mengerikan pada hari naas tersebut.
Hari itu awalnya berjalan wajar. Nyai Sendang melangkah ke sawah sambil membawa bekal makan siang. Seperti biasa, suaminya mengolah tanah dengan cara luar-biasa. Dengan tangannya sendiri, tanpa kerbau atau sapi, dia menarik mata bajak mengelilingi sawah. Santai saja sikapnya, seolah itu bukan pekerjaan berat. Nyai Sendang hanya bisa menggeleng-geleng kepala. Dia sudah biasa melihat keganjilan suaminya.
Mereka baru bertemu beberapa bulan lalu. Suami Nyai Sendang terdahulu baru meninggal dan dia hendak menjual sawahnya. Lelaki itu tiba-tiba datang, mengaku sebagai orang Kutaraja, berniat membeli sawahnya. Dan tangan takdir, lelaki itu berakhir jadi suaminya. Sampai di sini tidak ada yang aneh. Namun setelah menikah, satu demi satu keganjilannya mulai bermunculan.
Misalnya, suatu pagi Nyai Sendang bangun dan menemukan makam yang baru ditimbun di belakang gubuk mereka. Suaminya tidak banyak bicara soal itu. Penjelasan singkatnya lebih mirip teka-teki. "Ini adalah makam seseorang dari masa laluku. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan selain menguburnya dalam-dalam."
Lalu sering suaminya bicara tentang rahasia yang terjadi di Kutaraja, ibu kota kerajaan Majapahit itu. Terutama tentang Mahapatih Gajah Mada. Dari hubungan gelapnya dengan Ratu Tunggadewi yang melahirkan Maharaja Hayam Wuruk, sampai jadi biang kerok perang Bubat yang menyebabkan dia diusir dari istana.
"Gajah Mada itu sebenarnya licik," kata suaminya suatu kali. "Dia ingin seperti Ken Arok. Jelata yang berhasil jadi raja. Ken Arok memfitnah Kebo Ijo sebagai memberontak, lalu membunuhnya agar dianggap pahlawan. Gajah Mada menirunya. Dia menjebak Ra Kuti supaya membunuh Raja Jayanegara. Dan rencana itu berhasil. Tapi dia melakukan kesalahan besar. Tahukah kau apa kesalahannya, Nyai?"
Tentu saja Nyai Sendang hanya bisa menggeleng.
"Dia jatuh cinta," kata suaminya sambil mendengus. "Dia benar-benar mencintai Tunggadewi. Padahal awalnya dia cuma ingin memanfaatkan wanita itu. Gajah Mada mendekatinya sebagai jalan menuju tahta. Namun perasaan cinta itu muncul saat Tunggadewi mengandung Hayam Wuruk. Gajah Mada pun berbalik haluan. Dia membatalkan niatnya menikahi Tunggadewi karena tidak ingin merusak kehormatan wanita itu. Dia menginginkan Tunggadewi menikahi seseorang yang sederajat."
Kali ini Nyai Sendang tidak menggeleng. Dia ternganga.
"Celakanya," lanjut suaminya, "meski sepakat merahasiakan siapa sebenarnya ayah Hayam Wuruk, Gajah Mada tak bisa menahan jiwanya sebagai ayah. Dia jadi terlalu ingin mengatur anaknya sampai menimbulkan ketegangan. Puncaknya terjadi peristiwa Bubat yang menewaskan calon permaisuri Hayam Wuruk. Gajah Mada langsung diusir oleh anaknya sendiri - yang tidak tahu kalau dia ayahnya. Menyedihkan sekali, bukan?"