Lihat ke Halaman Asli

Nugraha Wasistha

Penulis lepas

Kilas-Balik Trump-Pence: Perpecahan yang Nyaris Berakhir dengan Pembunuhan

Diperbarui: 9 Maret 2021   19:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar dikutip dari Irishtimes

Peristiwa politik kadang sama menariknya dengan epik pewayangan atau bahkan film thriller. Dan hubungan antara Presiden (waktu itu) Donald Trump dan wakilnya Mike Pence bisa dimasukkan ke dalam kategori itu.

Ibarat cerita Ramayana, Mike Pence bisa disamakan dengan Wibisana. Adik dari raja raksasa Rahwana yang selalu setia pada sang kakak, sampai ketika kesetiaan itu harus berhadapan dengan sebuah prinsip moralitas.

Seperti Wibisana, Mike Pence adalah sosok yang jauh dari ego. Dia tak ada keinginan mencari panggung. Tak mau menonjolkan diri. Hanya berusaha jadi pendamping setia buat si angin topan Donald Trump. Bahkan saat mereka belum resmi meraih kekuasaan.

Saat kampanye di tahun 2016, Pence menjadi bemper sekaligus katalis bagi serangkaian skandal yang menimpa Donald Trump. Mulai dari ucapannya yang melecehkan perempuan sampai soal suap artis porno yang dikencani Trump. Kredibilitas Pence selalu berhasil mencegah merosotnya elektabilitas Trump di mata kaum konservatif - yang merupakan basis massa Republikan.

Selama menjadi wapres, Pence menjalankan peran yang sama buat POTUS - Presiden Of The United State. Pada kalangan pers, dia selalu membela ucapan/tindakan sang presiden. 

Di hadapan staf, Pence selalu menjaga ucapannya soal Trump. Dia memberi tips cara mengkomunikasikan hal sensitif tanpa membuat presiden tersinggung.

Pernah pada satu kesempatan, Pence bicara soal 'bahu Trump yang bidang' sampai 17 kali - untuk menggambarkan ketegarannya. Saat sidang kabinet tahun 2017, Pence memuji Trump sebanyak 14 kali dalam waktu kurang dari 3 menit, dan menyanjung tiap 12,5 detik.

Saat sidang dengan Federal Emergency Management Agency, Trump menaruh botol minumannya di lantai. Tidak ingin terlihat egois, Pence melakukan hal yang sama detik itu juga. Begitulah loyalitas tanpa batas yang diperlihatkan Pence.

Sampai pemilu mengubah segalanya.

Perubahan itu dimulai tanggal 15 Desember. Ketika itu Trump sedang kehabisan akal untuk membatalkan hasil pemilu. Mahkamah Agung menolak segala klaimnya, padahal didominasi oleh hakim konservatif. Jaksa Agung William Barr, yang disuruhnya mencari alasan memperkarakan Biden, malah mundur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline