Lihat ke Halaman Asli

Nugroho Khoironi

Guru yang sekarang beralih profesi. Tugas barunya adalah mencatat berapa detik hidup dijalani.

Kontemplasi tentang Komunikasi Manusia

Diperbarui: 21 Agustus 2017   14:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam hidup ini, masalah yang kita hadapi adalah bagaimana kita bisa bersikap baik kepada diri sendiri dan bagaimana pula kita bisa berhubungan baik dengan banyak orang. Dalam posisi hidup mandiri, sikap dan pikiran positif sangat penting dijaga dan ditumbuhkembangkan. Sikap positif ini menjadi modal bagi kita untuk percaya diri dan membuat kita punya harga diri. Kita belajar, berkarya dan bersosialisai dengan tujuan agar pribadi kita menjadi kuat. Nilai pribadi kita bergantung kepada usaha kita sendiri. 

Sementara itu, dalam hubungan yang melebar, kita berusaha untuk cari teman dan berbaur dengan masyarakat luas. Pada tahapan inilah, kita seperti mempermainkan sebuah game. Kita bermain dengan semua hal yang kita miliki. Kita yang memiliki segala macam pengetahuan, ketrampilan dan kecakapan apa saja, dalam medan dan waktunya akan beradu dan ikut saling mempengaruhi dengan orang lain. Ini yang disebut sebagai komunikasi antar sesama. Nilai masing-masing orang ternyata tidak sama.

Dalam kesendiriannya, manusia selalu melakukan komunikasi dan belajar menginternalisasikan dirinya agar mengerti apa artinya hidup yang sedang dijalaninya. Dia harus memiliki minimal satu tujuan hidup, dan aktif menjalankannya dengan karya nyata. Dia memiliki pikiran yang aktif mempertanyakan, "Apa yang akan aku lakukan sekarang?" Hal ini akan berulang lagi kalau pekerjaannya selesai. Sebagian orang bilang, orang sukses adalah orang yang bisa membuat dirinya sibuk. Hal ini memiliki tujuan agar pikirannya tidak kosong.

Hubungan dengan orang lain bertujuan untuk saling mengisi. Manusia selalu membutuhkan teman dalam berbuat apa saja. Contoh sederhana, tulisan ini pun tidak akan ada artinya kalau tidak ada yang membaca. Padahal, saya sangat serius menuliskannya. Saya memerlukan orang lain agar tulisan ini berarti. Meskipun, kalau mendapati adanya pembaca yang taraf literasinya sudah tinggi, tulisan ini bisa saja dinilai tulisan orang yang sedang galau. Itu sah-sah saja. Tetapi unsur pembaca dan penulis sudah terjalin satu komunikasi berbahasa. Pembaca memahami posisi penulis sekarang dan konteks pembicaraan yang sedang dituliskan. 

Setiap waktu, manusia memiliki satu pemikiran baru yang perlu dipertanyakan. Kalau dia mampu menginternalisasikan diri dan bahkan mampu merajut makna proses berpikirnya, maka pada gilirannya dia menguraikannya kepada orang lain. Inilah proses asal mulanya kebutuhan untuk berkomunikasi. Kalau pada posisinya, dia tidak berhasil menjawab sendiri "teka-teki" dalam benaknya, dia akan mendatangi orang lain untuk menggali informasi dan berbagi rasa. Proses yang demikian ini terjadi berulang-ulang setiap harinya. 

Banyak hal yang menjadi pemikiran manusia. Kalau dibahasakan dengan sederhana, di dalam otak manusia itu berisikan banyak kata-kata, dan kata-kata itu yang menjadi bahan pemikiran. Mungkin saja kata-kata itu berkaitan dengan masalah kebutuhan hidup. Mungkin juga berkenaan dengan sukses, kebahagiaan yang sedang dia cari. Bisa jadi pemikiran itu berhubungan dengan masalah transedental, ketika dia ingin menjalin hubungan yang "akrab" dengan dzat yang menciptakannya. 

Selalu ada kegalauan dalam pikiran manusia. Daya tahan manusia untuk mendapat kesempatan berkomunikasi inter dan antar pribadi ini bertingkat-tingkat dan tidak sama. Ada orang yang mampu berdiam diri dalam waktu yang lama. Ada juga yang tidak tahan kalau tidak ada orang di sekitarnya. Bahkan ada yang ketakutan kalau sendirian.

Sekali lagi mengulang tentang adanya pikiran positif dan negatif. Hal-hal yang positif membuat hidup kita terasa indah dan nyaman. Kita bisa berbahagia kalau mendapati situasi yang menyenangkan. Hal-hal yang negatif bersifat sebaliknya. Perasaan sedih, galau dan gundah itu adalah pertanda bahwa pikiran kita terbebani dengan masalah yang tidak terpecahkan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline