Lihat ke Halaman Asli

Mimpi di tengah langit

Diperbarui: 21 Desember 2024   21:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sebuah desa kecil, hiduplah seorang anak bernama Eka. Ia duduk di bangku kelas 12 SMA, seorang anak yang cerdas dan rajin. Sejak kecil, Eka bercita-cita ingin menjadi seorang dokter. Ia ingin membantu orang-orang di desanya yang sulit mendapatkan akses kesehatan. Namun, ada satu hal yang menjadi batu sandungannya: kondisi ekonomi keluarganya.

Ayah Eka adalah seorang petani dengan penghasilan pas-pasan, sementara ibunya menjual kue di pasar. Meski hidup sederhana, mereka selalu mendukung pendidikan Eka. Namun, untuk melanjutkan kuliah, terutama kedokteran, biaya yang dibutuhkan sangat besar.

Suatu hari, setelah pulang dari sekolah, Eka duduk di serambi rumah sambil memegang brosur universitas yang ia idamkan. Ia terdiam lama, matanya menatap kosong ke arah sawah. Ibunya yang sedang membuat kue mendekatinya.

"Kenapa, Nak? Kok diam saja?" tanya ibunya lembut. 

"Bu, apa mungkin aku bisa kuliah di fakultas kedokteran? Biayanya besar sekali," jawab Eka dengan suara lirih.

Ibunya terdiam sejenak, lalu memegang tangan Eka. "Nak, setiap mimpi pasti ada jalannya. Yang penting kamu tidak menyerah. Kita cari jalan bersama-sama."

Malam itu, Eka memutuskan untuk tidak menyerah. Ia mulai mencari informasi tentang beasiswa. Setiap malam, ia duduk di depan komputer sekolah yang disediakan untuk siswa, mengisi formulir dan mengirimkan berkas-berkas beasiswa. Tak jarang, ia harus mengorbankan waktu istirahatnya.

Selain itu, Eka mulai membantu ibunya menjual kue di pasar setiap pagi sebelum sekolah. Ia juga menawarkan jasa les privat untuk anak-anak di desanya. Meski lelah, ia tetap bersemangat, karena ia tahu ini semua demi mimpinya.

Waktu berlalu, hingga suatu hari, sebuah surat datang. Surat itu berisi pemberitahuan bahwa Eka mendapatkan beasiswa penuh untuk kuliah di fakultas kedokteran di universitas yang ia impikan. Air matanya menetes, tak percaya bahwa usahanya membuahkan hasil.

"Bu, Ayah! Aku diterima!" seru Eka sambil berlari ke arah orang tuanya.

Ibunya memeluknya erat, air mata kebahagiaan mengalir di pipinya. "Kamu memang anak yang luar biasa, Nak. Jangan pernah berhenti bermimpi."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline