Jakarta (22/10) -- Dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional yang jatuh pada tanggal 22 Oktober, Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah Islam Indonesia (DPP LDII) mengajak para santri di seluruh Indonesia untuk meningkatkan peran serta mereka dalam memajukan negeri. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum DPP LDII, KH Chriswanto Santoso, saat ditemui di Kantor DPP LDII pada Jumat (18/10).
Menurut Chriswanto, Hari Santri adalah bentuk penghormatan terhadap jasa besar KH Hasyim Asy'ari yang memfatwakan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945, yang kemudian mendorong para santri turut mempertahankan kemerdekaan Indonesia dalam pertempuran di Surabaya.
Ia menegaskan bahwa semangat perjuangan ini masih relevan di era modern, di mana santri dituntut untuk terus berkontribusi dalam berbagai aspek kehidupan.
"Kami warga LDII di seluruh Indonesia memaknai Hari Santri dengan meneladani daya juang para santri terdahulu. Di era Indonesia modern, santri harus mendorong kemajuan di segala bidang, mulai dari dakwah hingga berbagai sektor seperti ekonomi, politik, sosial budaya, bahkan teknologi tinggi," ujar Chriswanto.
Ia juga menekankan bahwa santri masa kini tidak hanya sekadar mengajak kepada kebaikan dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT, tetapi juga harus memberi teladan dengan kiprah yang profesional di bidang masing-masing.
"Ini yang kami sebut sebagai insan profesional religius. Dengan semangat Hari Santri, mari kita bersama-sama menjadikan Indonesia negara maju yang bermartabat dan selalu diberkahi serta diridhoi oleh Allah SWT," imbuhnya.
Ketua Pondok Pesantren Wali Barokah Kediri, KH Sunarto, menambahkan bahwa peringatan Hari Santri harus menjadi momentum untuk refleksi diri. Menurutnya, para santri harus terus meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Tema peringatan Hari Santri 2024, "Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan", menurut Sunarto, memiliki dua makna penting. Makna historis merujuk pada peran besar ulama dan santri dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, khususnya melalui Resolusi Jihad yang berujung pada pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, yang kemudian dikenal sebagai Hari Pahlawan.
"Sedangkan secara kontekstual, tema ini menegaskan kembali peran ulama dan santri setelah menyelesaikan masa belajarnya, untuk tetap melaksanakan amar makruf nahi munkar. Dakwah yang sejuk, toleransi yang tinggi, dan rasa saling menghormati terhadap perbedaan adalah kunci untuk bersama-sama memajukan bangsa," paparnya.
KH Sunarto juga menggarisbawahi bahwa perjuangan santri di masa kini bukan lagi perjuangan fisik, melainkan perjuangan intelektual. Perjuangan ini, lanjutnya, melibatkan upaya menghilangkan kemiskinan, kebodohan, serta ketertinggalan.