Lihat ke Halaman Asli

Kiai Organik dan Revolusi Pertanian

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

istimewa KOMPAS.COM: Rabu, 14 Oktober 2009 | 18:58 WIB Judul: Entrepreneur Organik (Rahasia Sukses K.H Fuad Affandi bersama pesantren dan Tarekat Sayuriah-nya). Penulis: Faiz Manshur. Kata Pengantar: Dr Bisri Effendy, Prof Dr Sri Edi Swasono, Prof Dr Ahmad Syafii Maarif. Penerbit: Nuansa Cendekia (IKAPI) Bandung September 2009. Tebal: 392 Halaman. Harga Rp 88.000. Kalau dari sekian puluh buku non-fiksi karya asli orang Indonesia yang saya teliti selama dua tahun terakhir ini dipilih sebagai karya paling top, maka saya tak ragu memilih buku ini. Entrepreneur Organik adalah kisah perjalanan hidup seorang ulama tradisional, KH Fuad Affandi dari Ciburial Kabupaten Bandung. Prestasi yang unik darinya ialah kemampuanya menorehkan tinta sejarah dalam mengorganisir kaum tani, memberdayakan kewirausahaan anak-anak petani terlantar dan kemampuannya membuktikan profesi petani benar-benar memberikan kehidupan yang makmur secara material dan sejahtera secara spiritual. Benar bahwa di beberapa daerah ada beberapa petani yang sukses dan makmur. Tetapi yang membedakan Fuad Affandi dengan petani kaya lainnya ialah bahwa kesuksesan Fuad terletak pada perjuangan bersama rakyat. Kalau selama ini koran-koran sering mengangkat sosok petani sukses, biasanya karena keberhasilan sang petani, tetapi hanya keberhasilan dirinya, bukan keberhasilan masyarakat luas. Sedangkan Fuad Affandi dengan Koperasi Pondok Pesantren Al-Ittifaqnya memiliki bukti lain. Pada objek yang menjadi kajian, yakni sosok KH Fuad Affandi, sang peraih penghargaan Kalpataru untuk penyelamat lingkungan tahun 2003 itu, nampaklah bahwa sang penulis jeli melihat potensi hebat dari sosok yang memiliki sumberdaya berkualitas di Indonesia. Selama ini mungkin sosok KH Fuad Affandi hanya dikenal baik oleh kalangan pelaku agribisnis, tetapi jujur diakui kurang dikenal luas masyarakat non agribisnis. Hal ini disebabkan oleh dua hal, yakni kurang jelinya media massa dalam mempublikasikan kegiatan di Al-Ittifaq dan memang pada dasarnya Fuad Affandi sendiri tidak terlalu gemar berbicara di depan publik luas. Sebagai kiai tulen, ia lebih suka beramal ketimbang berdakwah lisan sebagaimana mubalig-mubalig selebritis. Fuad nyaris tak punya pamrih menjadi orang terkenal sehingga ia lebih suka terus bergulat berjuang di tengah-tengah kehidupan kaum tani. Sekarang beruntunglah kita adalah karena hadirnya buku tebal yang secara tajam dan mahir dalam melukiskan fakta lapangan ini. Faiz Manshur yang dikenal sebagai penulis media massa dengan ciri khas penulisan yang kritis itu memberikan banyak pengetahuan dari sisi terdalam kehidupan seorang pejuang sejati dalam dunia pertanian, kaum tani dan kaum miskin. Membaca buku ini kita akan mendapatkan beberapa hal sebagai berikut. Pertama, kita akan mengenal sejatinya ulama, sejatinya pejuang. Kalau selama ini kita dibuat pusing oleh aneka ragam ulama yang berperilaku tidak seperti yang kita harapkan, Fuad Affandi menjadi bukti ulama sejati. Ia bukan hanya mahir dalam mendidik agama kepada masyarakat melainkan juga bisa memberikan solusi ekonomi, pendidikan dan kesejahteraan dalam bidang sosial. Kedua, kiai yang anti poligami ini memberikan kesaksian bahwa seorang agamawan yang sejati dipastikan sangat terbuka, lapang dada, moderat dan bisa menjadi teladan kehidupan, tidak hanya bagi orang Islam tetapi juga bagi non muslim. KH Fuad Affandi tidak hanya berkhotbah tentang pluralisme dan demokrasi, melainkan mempraktekkan secara langsung dengan sepenuh penjiwaan. Itulah sebabnya sosoknya sangat menarik perhatian kalangan non muslim. Ketiga, buku ini memberikan kesaksian bahwa dunia akademik Indonesia dan pemerintah selama ini tidak mampu menjawab tantangan masyarakat pertanian. KH Fuad dengan caranya sendiri berhasil memberikan bukti untuk menyelesaikan masalah-masalah pertanian. Keempat, kita menemukan kembali etos kaum santri sejati yang memiliki tipikal pembelajar tangguh, hasil pendidikan teori dan praktik. Hal ini membedakan dengan kaum terpelajar kita hanya hanya terdidik oleh teori textbook. Karena itulah wajar jika KH Fuad menegaskan bahwa golongan santri “memang tidak tahu apa-apa, tetapi bisa apa-apa, beda dengan sarjana yang banyak tahu tetapi tidak bisa apa-apa.” Inilah kritik yang harus diterima oleh kaum terpelajar, termasuk oleh kaum santri yang akhir-akhir ini juga semakin larut dalam keterasingan dengan sunnatullah (perkembangan jaman). Lain dari itu, sosok KH juga menjadi bukti bahwa sosok intelektual organik sebagaimana yang gemar diwacanakan kaum aktivis pergerakan itu ada di Indonesia. KH Fuad Fuad bukan saja entrepreneur organik, melainkan sangat layak disebut intelektual atau kiai organik; seorang pemimpin yang benar-benar memiliki basis perjuangan di tengah-tengah massa rakyat,-dibedakan dengan sosok yang hanya terkenal tetapi tidak mengakar. Di tengah-tengah minimnya karya tulis yang greget dalam bidang sosial, buku ini memperlihatkan adanya fenomena lain tentang masih adanya kekuatan revolusiner dari seorang agamawan. Tak berlebihan manakala para pakar yang banyak memberikan apresiasi dalam buku ini memberikan apresiasi khusus, Baik kepada sosok KH Fuad Affandi maupun kepada penulis buku ini. *** Hendrikus Felik, Pustakawan independen. Kolektor buku-buku karya asli penulis Indonesia. Menetap di Bandar Lampung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline