Di teras rumahnya , saya bertemu dengan seorang perempuan yang sudah pensiun. Dia adalah salah satu orang yang direkrut untuk mengantarkan makanan ke sekolah dalam program makan siang gratis yang diinisiasi oleh program Presiden dan wakil presiden : Prabowo dan Gibran. Saya telah mempersiapkan diri sepenuhnya, meskipun mekanisme dan petunjuk pelaksanaannya belum diberikan kepada saya" katanya dengan suara pelan.
"Saya bersyukur, Pak, bisa mendapatkan pekerjaan untuk mendukung keberhasilan program ini," ujarnya. Sebagai pensiunan guru, dia merasa program ini akan membantu meningkatkan minat anak-anak untuk bersekolah dan memberikan mereka kesempatan untuk menikmati berbagai hidangan yang mungkin belum pernah mereka rasakan di rumah. Namun, dia juga menekankan pentingnya menyesuaikan budaya makan lokal dengan hidangan yang disediakan dalam program makan siang gratis tersebut. Jika tidak, justru akan terjadi pemborosan karena banyak makanan yang terbuang akibat perbedaan selera makan anak-anak.
Sebagai seorang mantan guru, saya bertanya, kembali, apakah ibu memahami budaya sekolah anak-anak di lingkungan tempat ibu bekerja di Kota Singaraja. Dia mengangguk, lalu menjelaskan, "Dulu saya selalu menjaga kantin sekolah, memeriksa makanan yang disiapkan, apakah bergizi, higienis, atau tidak. Semua saya cek untuk memastikan anak-anak tidak keracunan. Jika sampai itu terjadi, saya bisa dianggap lalai dan itu bisa mempengaruhi reputasi sekolah."
Tentang program makan siang gratis ini, ibu setuju bahwa porsi makanan anak-anak bisa berbeda-beda. Ia juga setuju jika penyajian makanannya dilakukan dengan sistem prasmanan. Untuk itu, dia menyarankan agar kantin sekolah diperluas dan dilengkapi dengan peralatan yang memadai. Selain itu, dia mengusulkan agar tukang masak bisa diambil dari mahasiswa atau lulusan jurusan tata boga di Undiksha atau jurusan Food and Beverage, karena di kota Singaraja banyak lulusan di bidang tersebut. Singaraja, sebagai kota pendidikan, memiliki banyak sekolah yang mendukung sektor pariwisata, seperti restoran, tata hidangan, dan lain-lain.
Dengan melibatkan para ahli, minmal lulusan tataboga, paling tidak keseimbangan gizi terjaga yang diberikan kepada anak didik, sehingga tidak membosannka. Titik kritisnya justru tata kelola dan pengawasan program makan siang gratis ini harus diawasi dengan ketat. Dengan sebuah filosofi, kita dengan ikhlas memberikan gizi yang baik pada generasi penerus bangsa, agar mereka tumbuh sehat dan negara menjadi kuat.
BELAJAR TENTANG MID DAY MEAL SCHEME DARI INDIA
Makan siang gratis telah menjadi program selama bertahun-tahun di negara lain. Mengapa demikian Program Pemberian Makan Sekolah atau School Feeding Programs -- SFP, telah digunakan sebagai instrumen kebijakan untuk mendorong partisipasi sekolah di seluruh dunia.
Betapa tidak, SFP dikaitkan dengan berbagai manfaat termasuk peningkatan kesehatan, produktivitas masa depan yang lebih tinggi, kemampuan kognitif yang lebih baik, kesetaraan gender, dan pengurangan pekerja anak.
Mengingat berbagai manfaat tersebut, SFP telah diadopsi di berbagai negara berkembang maupun negara maju. Berdasarkan sampel dari 169 negara, sebuah studi oleh World Food Programme (WFP, 2013) memperkirakan potensi investasi tahunan sekitar $47 - $75 miliar untuk program pemberian makan sekolah di seluruh dunia, yang menjangkau lebih dari 368 juta anak.
Seperti yang tercatat dalam studi WFP, program pemberian makan sekolah India, yang dikenal dengan Skema Makanan Tengah Hari (Mid Day Meal Scheme - MDMS), adalah program pemberian makan sekolah terbesar di dunia yang mencakup lebih dari 113,6 juta penerima manfaat. Makalah ini mempelajari dampak dari program makan siang sekolah gratis yang diwajibkan secara nasional ini terhadap probabilitas pendaftaran di sekolah dasar di India.