Lihat ke Halaman Asli

Nana Sudiana

Pembelajar literasi & Aktivis Filantropi

Twitter; Sensor atau Tekor

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada tanggal 26 Januari 2012, Twitter mengumumkan akan mulai melakukan penyensoran. "Mulai hari ini kami memberikan kemampuan pada diri kami sendiri untuk bereaksi memblok konten dalam satu negara. Tapi konten tersebut masih bisa di akses di belahan dunia lainnya," tulisnya dalam blog resminya.

Sebenarnya kondisi ini tidak terjadi begitu saja. Salah satu latar belakang peristiwa yang menjadikan Twitter mengambil kebijakan ini adalah situasi yang terjadi pada 2011, di mana ketika itu Twitter di sorot ketika pengunjuk rasa anti pemerintah di Tunisia, Mesir, dan Arab terkoordinasi secara massal dari jejaring sosial ini. Pun kondisi ini terjadi juga pada awal 2012, di mana Twitter pun telah di minta Pemerintah India untuk menyensor konten yang berupa kritikan kepada Pemerintah India.

Dengan sejumlah kejadian seperti itu, tentu saja Twitter merasa terancam dan terkurangi pasarnya di negara-negara tersebut.Dalam dunia bisnis, perusahaan mana sich yang ingin tekor. Begitu pula dengan Twitter. Ia tidak mau sedikitpun keuntungannya berkurang akibat adanya negara yang tak bersahabat. Dengan mencoba akomodatif terhadap keinginan sebuah negara, Twitter berharap bisnisnya lancar dan tak terkena masalah akibat disalahpahami sebuah kekuasaan di sebuah negara.

Twitter berharap seluruh rencana bisnisnya bisa berjalan mulus dan tak bertentangan dengan kebijakan-kebijakan lokal di sejumlah negara. Dalam mengejar realisasi bisnisnya tadi, ia rupanya mengambil jalan aman dengan meluncurkan fasilitas sensor di tingkat negara.Fasilitas ini diharapkan membuat pasar-pasar potensial dunia bisa digarap secara maksimal.

Selama ini Twitter seringkali terkendala bisnisnya dalam menembus negara-negara yang cenderung tertutup arus informasinya, padahal mereka sesungguhnya pasar potensial Twitter. Nah, dengan fasilitas yang ditawarkan Twitter, ia akan semakin aman dari singgungan dengan kekuasaan yang merintanginya. Saat yang sama, Twitter selalu membahasakan pada para penggunanya dengan argument bahwa mereka tetap akan berjuang untuk tetap mempertahankan hak bersuara penggunanya. Meski nantinya akan memberlakukan sensor. Twitter berpesan kepada penggunanya untuk terus merasakan kebebasan berbicara dan menyampaikan pendapat. Twitter menekankan kata-kata berikut: "The tweets must continue to flow" (tweet harus terus mengalir) dan "defend and respect each user's voice" (membela dan menghormati suara tiap-tiap pengguna).

Nah, sekarang terserah kita. Apakah kita percaya sepenuhnya pada tujuan mulia Twitter yang tetap akan menjaga independensi suara penggunanya atau kita juga secara obyektif sadar dan memaklumi bahwa bisnis tetap saja bisnis. Bahwa tujuan sebenarnya Twitter tetap saja ia ingin terus berkembang bisnisnya, dan tentu saja tak ingin tekor.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline