Lihat ke Halaman Asli

Kita Hanya Bisa Ketika Tidak Bisa

Diperbarui: 11 September 2018   09:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Pixabay

Ketika aku menyebut 'kamu', maka 'kamu' adalah aku yang lain. Kamu adalah cermin untuk setiap sel penyusun tubuhku. Wajah asli yang tak mampu sembunyi. Diri sendiri yang bermukim di malam hari.

Kamu saja atau aku saja, sama. Tidak istimewa. Siapa kita? Manusia yang berjalan dengan kaki-kaki kecil di bumi yang luas ini. Gravitasi membuat kita menempel seperti wijen pada onde-onde.

Kita ini apa? Matahari saja tak mampu kau lihat berlama-lama. Padahal ia hanya satu di antara miliaran penghias angkasa. Kita tak berdaya, dihantam asteroid sudah tak bernyawa.

Raga, harta, bentuk, dan segala yang berbatas mata hanya fana. Apa yang abadi? Jiwa. Satu yang membuat manusia punya harga.

Akal.

Kita memiliki kesadaran untuk mengenal diri sendiri. Kita memiliki ilham untuk memikirkan alam, penciptaan. Mempunyai tujuan, dan diberi akal untuk memetakan segala keadaan.

Tiga dimensi. Cukup di sana. Kita tak punya kuasa menyusuri dimensi waktu, apalagi gravitasi. Dia, ada di dimensi ke berapa?

Entah.

Dia bisa menyerupai prasangkamu. Karena Dia yang memberimu alat untuk memiliki prasangka itu. Tapi jelas, Dia bukanlah prasangkamu. Dia berada di luar segala pengetahuanmu.

Kamu ingin mengenal-Nya?

Tinggal akui saja, kau tak akan mampu memahami Dia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline