Lihat ke Halaman Asli

Sengsara di Batas Agama

Diperbarui: 10 September 2018   16:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Pixabay

Kami berhadapan selama dua jam. Aku menggemari diam, begitu pula dia. Kami saling memandang dalam keheningan di bawah cahaya bulan. Sesekali suara jangkrik bersahutan. Sampai akhirnya, senyap retak kala sosok ketiga datang lalu mengatakan,

"Banyak orang-orang sengsara karena agama."

Sosok perempuan muda duduk di antara kami. Bergaun putih. Tunggu, jangan bayangkan figur mistis nan surealis ala Suzanna. Perempuan ini tampak elegan, persis Kate Middleton dengan rambut ombak menawan.

Aku tidak tahu siapa dia dan darimana datangnya. Tapi jika dia ingin didengarkan, aku bersedia. Selama dia tidak masalah jika aku hanya geming, aku akan membiarkannya bicara sebanyak apapun yang ia suka.

"Orang-orang berduka cita karena kehilangan jabatan dan harta benda. Semata-mata demi mempertahankan agama mereka."

Aku mengangguk-angguk, mendengarkan dengan seksama.

Dia meneruskan, "Seperti kamu. Karirmu di bank kamu tinggalkan karena takut riba', kehilangan pacar karena pakai cadar. Teman-teman kamu jualan gamis bunga-bunga lagi laris manis, kamu tidak mau ikutan. Tidak seharusnya agama menjadi sumber kesulitan."

Aku menatapnya dalam.

Dia terus bicara, "Aku tidak mengingkari Tuhan lho. Tapi agama yang kamu anut itu cuma bikin susah. Ngerti kan bedanya bertuhan dan beragama?"

Aku mengangguk. Dia tampak senang, senyumnya mengembang. Baru saja mulutnya terbuka untuk melanjutkan khotbah, sosok keempat datang. Perempuan dengan jubah hitam menutup kepala hingga ujung kakinya.

"Beragama adalah cara untuk bertuhan." Sosok keempat angkat bicara. Mereka bertatapan, tampak saling kenal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline