Lihat ke Halaman Asli

Cerpen | Eksoskeleton #1

Diperbarui: 18 September 2018   00:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Pixabay

Cerita pendek ini merupakan fragmen pertama dari omnibus Tenggelam di Langit (2017) yang pernah saya garap dengan pseudonim Tan Panama. Pernah tayang di blog Monolog Tan Panama, namun saya putuskan untuk menghapus dan memindahkannya kemari. Setiap fragmennya akan saya tayangkan secara berkala di Kompasiana. Selamat menikmati!

***

Fragmen 1. Eksoskeleton


(Semesta dalam perspektif Makhluk Pertama)

Malam semakin tua dan membosankan. Tidak banyak pilihan hidangan, selain dingin mencekam dan tanah lembab menghampar. Ditambah, taburan gerimis yang turun perlahan di bawah lampu jalan. 

Magis godaan alam sepertinya telah usang. Renta dan hampa. Semua orang berlalu-lalang, bergegas tanpa menaruh perhatian. Mereka hanya sibuk berkejaran dengan bayang-bayang. 

Tapi, tunggu, lihat ke utara. Ternyata tidak semua orang kelimpungan tanpa perasaan. Seorang gadis duduk mengulum senyum di pojok taman. Dia memerhatikan setiap rintik yang menitik dengan binar yang mengagumkan. Mungkin baginya, gerimis itu menarik. 

Benarkah? Karena bagiku, matanya lah yang cantik. 

Coba kita lihat, apa yang tersimpan di sana hingga terlihat begitu memesona?

Cinta? Iya, tentu saja ada. Meringkuk manis di sudut kanan. Segaris dengan bintang polaris. Dibalutnya dengan rindu teramat pekat. Mengikat, nyaris mencekat. Lamat-lamat, menghimpun waktu untuk tertambat. 

Benar saja, aku sulit bergerak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline