Lihat ke Halaman Asli

Nur azizah

Mahasiswa Hubungan Internasional

Diplomasi Pertahanan ASEAN dalam Konflik Laut China Selatan

Diperbarui: 18 April 2022   12:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image source: islamtoday.id

Keamanan non-tradisional menjadi salah satu permasalahan keamanan yang banyak disoroti oleh masyarakat dunia. Adapun salah satu bentuk isu yang tergolong dengan isu keamanan non-tradisional yakni keamanan maritim. Keamanan maritim menjadi suatu bentuk unsur yang cukup penting, Maka isu ini penting agar bisa diperhatikan. Munculnya isu maritim ini pula terjadi di Asia Tenggara dimana munculnya isu masalah keamanan dipengaruhi oleh globalisasi serta klaim sepihak negara china atas Laut china Selatan  yang pada akhirnya memunculkan pengaruh di Asia Tenggara yang dalam hal ini adalah ASEAN sebagai organisasi kawasan yang ada di Asia Tenggara.

ASEAN bukan hanya sekedar organisasi yang bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi negara anggota, akan tetapi ASEAN juga menjadi organisasi yang berusaha untuk bisa menjaga stabilitas keamanan pertahanan baik itu pertahanan keamanan di darat maupun di laut. Hal ini dilakukan ASEAN karena mengingat adanya permasalahan konflik sengketa di laut yang pada akhirnya membuat ASEAN juga berusaha untuk membangun diplomasi pertahanan sebagai bentuk kerjasama diantara tiap negara anggotanya. Apalagi mengingat bagaimana pada mulanya ASEAN masih menganggap bahwa permasalahan konflik di laut  sebagai isu domestik, namun setelah melihat bagaimana dampaknya pada negara-negara anggota lainnya maka ASEAN kemudian mengangkat isu keamanan pertahanan maritim menjadi isu strategis yang perlu di atasi melalui diplomasi. Permasalahan sengketa di Laut China Selatan (LCS) telah banyak melibatkan negara anggotanya ASEAN misalnya Filipina, Singapura, Vietnam, dan Malaysia. Munculnya permasalahan di laut tersebut dikarenakan banyaknya sumber daya yang bisa dimanfaatkan di laut tersebut. Laut tersebut dinilai dapat membawa keuntungan secara ekonomi karena memiliki sumber daya yang melimpah.

Adapun secara historisnya, Laut Cina Selatan (LCS) menjadi bagian Samudera Pasifik dimana juga menjadi bagian wilayah Selatan Malaka serta Singapura. Berdasarkan ukurannya sendiri, LCS menjadi wilayah dengan perairannya terluas kedua, Potensi dari hasil laut begitu besar, dan di dalamnya terkandung banyak gas alam serta minyak bumi. LCS juga menjadi jalur untuk perdagangan serta pelayaran dalam distribusi minyak bumi internasional. Adapun secara geografisnya LCS sendiri terbentang langsung dengan negara anggotanya ASEAN yang ada di Asia Tenggara, oleh karenanya kawasan ini menjadi kawasan yang dinilai mempunyai nilai politis, ekonomis, serta strategis yang begitu memumpuni. Maka tidak heran jika LCS menjadi kawasan yang banyak dipersengketakan.

Penemuan akan kandungan berupa gas bumi serta juga minyak yang ada di LCS sendiri pertama kali ditemukan pada tahun 1968. Tercatat bahwa kandungan minyaknya mencapai hingga 17,7 miliar ton. Melihat bagaimana tingginya potensi dari LCS ini, tidak sedikit negara yang mempersengketakannya, termasuk negara-negara yang berada di dalam ASEAN. Persoalan mengenai LCS ini juga berhubungan erat dengan negara-negara ASEAN, hal ini dikarenakan di beberapa negaranya ASEAN sendiri berbatasan secara langsung dengan LCS, yang dimana tentu dibalik persengketaan ini diantara negara ASEAN memiliki bentuk kepentingan. Maka dari itu ASEAN dituntut agar memberikan dan menyatakan sikap mengenai persoalan keamanan.

Sebagai wujud upaya yang dilakukan oleh ASEAN untuk menyelesaikan LCS, mereka melakukan beberapa bentuk upaya yang dimana diantaranya yakni mengadakan pertemuan terkait konflik di LCS, menerapkan bentuk kode etik dalam konflik LCS, mengoptimakan bentuk peranan ARF sebagai upaya penyelesaian mengenai sengketa dari LCS.  Hal ini mengingat bagaimana ASEAN sendiri telah menjadi suatu organisasi yang telah terbentuk tahun 1967 dimana organisasi ini memiliki tujuan untuk menciptakan kerjasama di sektor ekonomi, bahkan keamanan. Dalam pembentukan ASEAN sendiri memiliki misi agar dapat bisa menciptakan perdamaian serta kemakmuran bagi negara anggotanya. Bahkan ASEAN di bentuk guna bisa menciptakan penyelesaian konflik yang di Asia Tenggara walaupun di ASEAN pula memiliki prinsip yang disebut sebagai non-intervensi. Akan tetapi ASEAN memiliki bentuk dialog ataupun consensus serta konsultasi yang membahas mengenai kerjasama menciptakan keamanan kawasan yang dimana ini disebut dengan istilah ASEAN Way. ASEAN Way sendiri memiliki beberapa prinsip yang dipegang seperti prinsip untuk menghormati, kesetaraan, kedaulatan, integritas wilayah pada negara anggota. Serta juga memiliki prinsip agar tidak ikut turun tangan di dalam berbagai permasalahan yang ada dalam negeri, menghormati berbagai bentuk hak dan kebebasan HAM maupun keadilan sosial. Lalu juga ikut turut dalam berbagai bentuk kebijakan di ASEAN guna bisa menciptakan stabilitas politik serta juga menciptakan kedaulatan bagi negara anggotanya.

Sejalan dengan tujuan dari ASEAN tersebut, maka dalam upaya penyelesaian melalui pertemuan sendiri begitu penting untuk dilakukan agar bisa mencari penyelesaian dengan melalui perjalanan damai diantara pihak-pihak yang berkonflik. Berkenaan dengan upaya yang satu ini, ASEAN sendiri pada tahun 1971, telah sempat menandatangi bentuk deklarasi ZOPFAN yang dimana deklarasi ini menyatakan sikapnya ASEAN untuk tidak mau terlibat terlalu jauh dengan negara-negara besar lainnya seperti Jepang, Amerika Serikat, RRC, dan lainnya. ASEAN sendiri memilih untuk melakukan dalam bentuk jalan yang bebas, damai serta netral.

Sedangkan untuk wujud diplomasi pertahanan ASEAN lainnya sebagai upaya penyelesaian konflik LCS lainnya seperti menerapkan kode etik di konflik LCS, dapat terlihat dari bagaimana kode etik ini memiliki bentuk upaya serta aturan dalam larangan untuk berkonflik, terkhususnya yaitu untuk negara-negara yang dianggap memiliki kepentingan dengan LCS. Melalui kode etik ini juga diharapkan agar bisa mengambangkan bentuk kerjasama yang ada di LCS baik itu diantara sesama anggoanya ASEAN ataupun juga yang berada di luar ASEAN. Lalu wujud upaya yang terakhir dari ASEAN dalam menyelesaikan bentuk konflik di LCS ialah dengan melalui ARF (ASEAN Regional Forum) yang dimana diwujudkan melalui dikonstruksi pada prinsip non intervensi, lalu juga melakukan pemaksimalan pada implementasi Code of Conduct pada konflik LCS, menyatukan bentuk kesamaan perspektif serta mengesampingkan bentuk kepentingan dari tiap masing-masing negara anggotanya. Maka dari itu pula, ARF sendiri perlu untuk dilakukan bentuk dekonstruksi agar nantinya dapat melakukan bentuk adaptasi pada berbagai bentuk dinamika dari ASEAN dalam menyelesaikan berbagai konflik yang mengancam keamanan serta stabilitas kawasan ASEAN. Dari diplomasi pertahanan yang dilakukan oleh ASEAN tersebut harapannya bisa mengatasi permasalahan di Laut China Selatan.

KESIMPULAN

Permasalahan di LCS telah membuat ASEAN menjalankan diplomasi pertahanan yag dimana ASEAN menerapkan kode etik di konflik LCS. Melalui kode etik ini juga diharapkan agar bisa mengambangkan bentuk kerjasama yang ada di LCS baik itu diantara sesama anggota ASEAN ataupun juga yang berada di luar ASEAN. Lalu wujud upaya yang terakhir dari ASEAN dalam menyelesaikan bentuk konflik di LCS ialah dengan melalui ARF (ASEAN Regional Forum) yang dimana diwujudkan melalui dikonstruksi pada prinsip non intervensi, lalu juga melakukan pemaksimalan pada implementasi Code of Conduct pada konflik LCS, menyatukan bentuk kesamaan perspektif serta mengesampingkan bentuk kepentingan dari tiap masing-masing negara anggotanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline