Lihat ke Halaman Asli

#HelpEarth is More Important. But Then Again, There's No One to Blame so It's Useless, Right?

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini saya ujian histologi, dari jam 8 sampai jam 9 pagi, kemudian pukul setengah sepuluh pagi saya menyantap sarapan di mobil sambil membuka blackberry. Ada berita yang 'cukup' mengejutkan, ibu dari seorang teman dari teman (memang hubungannya panjang) menjadi terdakwa di sebuah kasus yang berhubungan dengan bank Century, kemudian di Twitter juga ramai membahas masalah ini karena si teman dari teman itu curhat habis-habisan di blognya yang memang cukup terkenal.

Banyak orang yang bilang bahwa si ibu menjadi korban ketidakadilan negara ini bla bla bla, bahwa hukumannya yang 10 tahun dan denda 10 milyar itu terlalu besar dibandingkan dengan hukuman Gayus yang cuma 7 tahun bla bla bla.

Saya buta hukum, kalau dibilang buta berarti butaaaaaaa sekali. Satu-satunya buku hukum yang saya punya adalah text book wajib berwarna hijau terang yang berjudul "Hukum Kedokteran" itupun cuma saya baca sehari sebelum ujian.

Tapi kenapa sih kasus is ibu ini harus digembar-gemborkan? Karena si anak curhat? Masyarakat menilai semata-mata karena curhatan si anak, tidak melihat fakta hukumnya. Oke, hukum Indonesia memang korup dan gak jujur, tapi sekorup-korupnya, masa sih praktisi hukum (jaksa,hakim dan kawan-kawannya) sebego dan senggak punya hati itu sih untuk menjebloskan yang benar-benar innocent dengan vonis seberat ini?

Kemudian aksi #help di twitter, kasus ini jadi heboh karena banyak artis-artis yang mention dan memberi dukungan kepada si anak, kemudian di RT oleh follower-followernya. Jadinya efek bola salju. Kemudian orang orang melupakan masalah-masalah yang jauh lebih besar dari ini dan perhatian pun terfokus pada si anak.

Kenapa kita harus bantu dia? Karena dia miskin? Kemudian bagaimana dengan orang-orang yang jauh jauh jauh lebih miskin dari mereka, tapi nggak punya twitter atau blog untuk menjabarkan kemiskinan dan kesengsaraannya? Gak usah dibantu? Bagaimana dengan cure for cancer yang sampai saat ini belum ditemukan? Cure for HIV/AIDS? Cure for Alzheimer? Bagaimana dengan ribuan anak di Afrika yang menderita Malaria? Busung lapar? Bagaimana dengan anak-anak Indonesia dengan bibir sumbing? Orang-orang tua dengan katarak? Mereka jauh lebih miskin sehingga tidak bisa mengobati penyakitnya. Haruskah mereka dibantu? YA.

Saya tidak bilang kita tidak usah membantu si anak, tidak usah memberi dukungan moral. Sebaliknya, jika bisa kita harus memberi dia dukungan moral; agar tabah, agar kasusnya cepat selesai, agar gak dikejar-kejar wartawan. Tapi jangan berlebih-lebihan, jangan melupakan kasus-kasus lain di negara tercinta kita ini yang jauh lebih besar dan memakan korban, kasus Temanggung dan Cikeusik misalnya. Go help them! Ketidakadilan kepada jemaat Ahmadiyah justru lebih busuk daripada ini! (and yes, I'm a Moslem)

Mengutip tweet dari @okkymadasari: Maka yang kita butuhkan dalam tiap kasus hukum cuma 2: penulis script handal & tokoh-tokoh Twitter yang siap RT ke followernya

Then again, masalah-masalah di atas kan ga bisa punya blog atau twitter, jadi ga bisa di RT hehehehe :p

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline