Sahabat pembaca Kompasiana, apa khabar? Untuk penggemar majalah Panjebar Semangat (j bukan y) ada salah satu rubrik apa tumon. Majalah berbahasa daerah Jawa yang masih bertahan dengan pembaca setia yang kian susut.
Apa tumon? Ya, apa tumon menceritakan pengalaman lucu mendekati konyol. Lah ada-ada saja. Tidak jarang yang dikisahkan adalah hal yang terasa memalukan saat kejadian. Menjadi bahan candaan kenangan sesudahnya.
Bacaan yang selalu sukses membuat pembaca tersenyum hingga ngakak. Serasa menertawakan diri sendiri. Bagian dari penerimaan untuk kejadian mengejutkan, melihat dari sisi lain. Humor penjaga imun.
Secuil kisah Limbuk dan rombongan blusukan di kampung piza. Episode mengisi perut selalu menghadirkan aneka cerita. Ada pameo, kalau lapar apa saja jadi enak. Eh tidak selalu berlaku.
Beberapa orang sangat adaptif menerima aneka bentuk makanan. Bagi beberapa orang belum merasa makan kalau belum ketemu sega alias nasi. Tak ayal ada yang memasukkan beras dan penanaknya dalam daftar bawaan wajib.
Kembali ke episode cari makan usai praon di kampung piza. Umumnya peserta mencoba makanan lokal kampung yang dituju. Bagian dari rekreasi lidah.
"Lah, ternyata sega soto" celoteh seorang peserta. Ooh pesanan keren, chicken vermicelli soup..... Tidak salah kan kalau terhidang kombinasi potongan ayam, bihun/soun, serta pelengkap lainnya.
Jadilah penampakan sepiring nasi plus semangkok soto alias sega soto. Pengingat soto Nusantara dengan aneka variasinya. Menjadi kekayaan budaya. Tersaji peta sebaran soto berdasarkan wilayah penamaannya.
"Alamak, ini mah bakmi godok" tawa tertahan dari meja seberang. Entah apa nama lokal yang tertera dalam daftar menu. Terlihat bakmi rebus atau kuah. Cara pandang budaya makan keseharian yang reflek terlontar saat menghadapi sajian.
Tetap laku loh. Memantik gurauan ragam kuliner kita dapat diterima kalangan yang lebih luas. Ada yang tertarik buat angkringan sega soto dan bakmi godok?