Jati, tumbuhan menghadirkan banyak arti dalam kehidupan. Hmmm sedapnya nasi jamblang Cirebon yang beralaskan daun jati. Antik dan apiknya perabot rumah tangga yang berasal dari tunggak jati.
Pemandangan unik apik saat kemarau. Pohon Jati yang semula tampak hijau merimbun berangsur beralih rupa. Daun mulai mengering lalu berguguran. Tampak meranggas merana seolah jemari menengadah ke langit biru.
Jati meranggas.... sekilas membuat cemas.... hendak matikah, menyerahkah pada kering ganasnya kemarau.
Kala jati merimbun hijau, betapa banyak dan luas total daun yang menyelimutinya. Bila setiap jengkal daun melakukan penguapan berapa banyak air yang diperlukan. Saat air tanah cukup, tidak menjadi soal. Justru bagian dari siklus air hijau.
Saat kemarau, air tanah menyusut. Pasokan tidak seimbang dengan penggunaan. Alam menyiasati dengan tatanan. Secara sadar dan rela pohon jati meresponnya dengan menggugurkan daun.
Meranggas sebagai upaya bertahan hidup. Menekan penguapan air. Berdamai dengan lingkungan. Meneruskan kehidupan secara arif tanpa keluh.
Kemarau menghadirkan kisah tersendiri bagi kawanan Jati. Udara dan guguran daun kering. Gesekan angin kadang memantik percikan api. Kebakaran alami terkendali. Kebakaran bukan pembakaran.
Api yang menjilat lantai hutan membungkus biji jati yang tersembunyi. Biji tua yang terpelanting dari induknya. Panas api meretakkan kulit biji yang sangat keras.
Biji dengan kulit meretak siap menghisap air pada musim hujan berikutnya. Air kehidupan merembes melalui retakan. Menyentuh dan membangunkan embrio calon kehidupan. Kemarau menata regenerasi alami jati.
Pengetahuan lokal yang diadopsi dengan pendekatan teknologi kekinian. Biji jati dikenal dengan sifat dormansi alias tidur nyenyak. Jilatan api dimodifikasi dengan perendaman biji dalam air panas, penipisan kulit keras hingga aneka perlakuan. Pematahan dormansi sebutannya.